Suara.com - Pakar Hukum Tata Negara, Feri Amsari, melontarkan sindiran tajam terkait potret penegakan hukum di Indonesia saat ini. Melalui sebuah perumpamaan yang menohok, Feri Amsari seolah 'memvonis' Thomas Lembong, figur yang kritis terhadap pemerintah, dengan menggambarkan bahwa masalah hukum bisa muncul karena "salah memilih keberpihakan."
Menurut Feri, nasib seseorang yang berseberangan dengan kekuasaan bisa sangat berbeda jika dibandingkan dengan mereka yang berada di lingkaran Istana.
Pernyataan ini menjadi sorotan di tengah memanasnya suhu politik pasca-Pilpres 2024 dan menyoroti kekhawatiran publik akan independensi hukum. Diketahui, Tom Lembong merupakan Co Captain Timnas (Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN) pada Pilpres 2024 lalu.
"Mari kita berprasangka baik bahwa memang ada problematika hukum yang kemudian menyusahkan banyak orang. Bahwa memang Pak Tom Lembong salah memilih keberpihakan," ujar Feri Amsari dalam sebuab siniar di Youtube yang dipantau pada Rabu (23/7/2025).
Kalimat tersebut, meski dibungkus dengan "prasangka baik", sejatinya merupakan kritik pedas terhadap dugaan tebang pilih dalam penanganan kasus hukum. Feri menilai, proses hukum yang menjerat Tom Lembong lebih kental nuansa politis sebagai upaya mematikan lawan.

Lebih lugas, Feri menyentil bahwa keamanan hukum bisa didapat dengan cara mendekat pada pusat kekuasaan.
"Coba berpihak sama kekuasaan mungkin beda begitu ya. Jadi Pak Tom Lembong tetap salah soal keberpihakan. Coba dekatilah yang lebih dekat begitu ya supaya aman-aman begitu ya tidak disentuh," ujarnya.
Kritik Feri tidak berhenti pada kasus Tom Lembong semata. Ia menantang aparat penegak hukum untuk menunjukkan keadilan yang setara dan tidak pandang bulu.
Fenomena "hukum tajam ke bawah, tumpul ke atas" kembali mengemuka, di mana kelompok kritis atau oposisi rentan terjerat masalah hukum, sementara figur di lingkaran kekuasaan seolah kebal.
Baca Juga: Rismon Klaim Dokter Tifa Punya Bukti Baru soal Ijazah Palsu Jokowi: Bahaya bisa Timbulkan Chaos!
Untuk memperkuat argumennya, Feri menyinggung kasus lain yang menurutnya belum tersentuh secara serius oleh aparat.
"Saya punya catatan nih misal kasus yang melibatkan Pak Zulhas (Zulkifli Hasan) ya kapan jaksa mau menangani begitu ya. Kan banyak tuh banyak hal yang bisa dibuktikan gitu ya," beber Feri.
Pernyataan ini merujuk pada sejumlah dugaan kasus yang pernah menyeret nama Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan, yang menurut Feri, penanganannya kontras dengan kasus yang menimpa figur oposisi.
Lebih lanjut, Feri secara terbuka menantang penegak hukum untuk membuktikan bahwa persepsi publik tentang hukum yang timpang adalah salah.
Ia khawatir jika praktik ini terus berlanjut, kepercayaan masyarakat terhadap institusi peradilan akan semakin tergerus.
"Ayo coba supaya kami bisa berprasangka baik. Jangan kemudian akhirnya orang bisa melihat bahwa hukum itu betul-betul timpang. Hukum hanya mengenai orang-orang yang berbeda sudut pandang," pungkas Feri.
Divonis 4,5 Tahun Bui
Diketahui, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta sebelumnya menyatakan Tom Lembong terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi. Akibat perbuatannya, mantan CO-Captain Timnas AMIN pada Pilpres 2024 itu dijatuhi hukuman pidana penjara selama 4 tahun dan 6 bulan.
"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Thomas Trikasih Lembong oleh karena itu dengan pidana penjara 4 tahun dan enam bulan," tegas Ketua Majelis Hakim, Dennis Arsan Fatrika, saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (18/7/2025).
Selain kurungan badan, Tom Lembong juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp 750 juta. Apabila denda tersebut tidak dilunasi, maka akan diganti dengan hukuman penjara tambahan selama 6 bulan.
Vonis Lebih Ringan dari Tuntutan Jaksa
Putusan yang diterima Tom Lembong ini tercatat lebih ringan dari tuntutan yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Agung. Sebelumnya, jaksa menuntut agar Tom Lembong dihukum 7 tahun penjara atas perannya dalam kasus ini.
Dalam dakwaannya, jaksa menyebut kebijakan Tom Lembong saat menjabat sebagai Menteri Perdagangan pada periode 2015-2016 telah merugikan keuangan negara hingga Rp 515,4 miliar.
Kerugian tersebut muncul akibat Tom Lembong memberikan izin impor Gula Kristal Mentah (GKM) kepada sejumlah perusahaan swasta yang seharusnya tidak berhak mengolahnya menjadi Gula Kristal Putih (GKP). Kebijakan ini dinilai melawan hukum karena mengabaikan peran BUMN dalam menjaga stabilitas harga dan stok gula nasional.
Tom Lembong terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.