Suara.com - Kericuhan mewarnai diskusi Forum Group Discussion (FGD) yang dilaksanakan oleh Kementerian Perhubungan RI. FGD yang membahas soal kebijakan untuk Ojek Online (Ojol) dilakukan di salah satu hotel kawasan Pecenongan, Jakarta Pusat, Kamis (24/7/2025) kemarin.
Kegiatan tersebut dihadiri oleh perwakilan dari instansi, lembaga, stakeholder dan komunitas ojol untuk mendiskusikan terkait permasalahan seputar ojol seperti kenaikan tarif, bagi hasil, status kemitraan, dan lain-lain.
Humas Unit Respon Cepat (URC), Erna, mengatakan sejak awal acara FGD terlihat sudah tidak kondusif, lantaran pihak korban aplikator telah banyak melontarkan interupsi saat pihaknya menyampaikan pendapat.
“Belum apa-apa sudah banyak interupsi yang tidak jelas,” kata Erna, dalam keterangannya, Jumat (25/7/2025).
Terlebih, kata Erna, dalam diskusi ini pihak perwakilan taksi online merasa tidak diundang dalam agenda tersebut.
“Ternyata FGD itu merupakan agenda khusus untuk ojol bukan taksol ataupun kurir pengakuan dari Pak Yani (Dirjen Perhubungan Darat Kemenhub),” katanya.
Akibatnya, ada pihak yang menuding jika diskusi ini berat sebelah, dan memihak kepada pihak tertentu.
“Tuduhan Garda terkait berat sebelah tentu tidak tepat, karena moderator pun faktanya tidak adil tanpa memberikan kesempatan kami dari URC untuk memberikan tanggapan dalam forum itu,” jelas Erna.
Sementara itu, Ketua Umum Masyarakat Ojek Online Seluruh Indonesia (MOOSI) yang juga tergabung dalam URC, Danny Stephanus juga mengatakan bahwa kurang ketatnya pengawasan saat FGD berlangsung.
Baca Juga: Uang, Udara, dan Jalan Raya: Mengurai Tantangan Dekarbonisasi Transportasi
“Pihak penyelenggara dalam hal ini Kemenhub kurang tegas dalam mengawasi peserta FGD yang diundang sehingga banyaknya nama-nama yang tidak ada dalam undangan justru bisa masuk hanya untuk menikmati makanan dan membuat keonaran pada acara tersebut,” katanya.
“Bahkan ada juga sebagian orang yang tidak boleh masuk karena namanya tidak ada justru dapat masuk karena mengaku pada petugas kalau dirinya bagian dari URC atau komunitas lainnya yang diundang hanya untuk dapat masuk pada acara itu,” imbuh Danny.
Danny juga menilai jika terlalu banyak drama yang dimainkan oleh pihak korban aplikator, Garda maupun SPAI.
Anehnya, ada yang tidak memiliki akun ojol tapi memaksa untuk bisa berbicara sehingga membuat keributan terulang kembali.
“Harusnya moderator memberikan kesempatan satu-satu perwakilan dari tiap komunitas yang diundang untuk berbicara bukannya malah asal tunjuk saja sehingga saling berebutan. Lucunya, dari kubu korban aplikator malah memaksa untuk berbicara padahal tidak memiliki akun,” ungkapnya.

Danny menilai, pihak korban aplikator mungkin ingin terlihat eksis dalam acara tersebut, tapi tidak berpikir bahwa URC juga ada dalam ruangan.