Protokol keamanan tersebut, kata Airlangga, sudah diterapkan di kawasan digital Nongsa, Batam, yang menerapkan standar keamanan fisik dan digital yang ketat.
"Jangan sampai ada orang masuk, misalnya, ke data center tanpa izin, kemudian mengambil server atau mengambil data. Demikian pula keamanan cable-nya sendiri, cable-nya berada dalam standar tertentu sehingga orang enggak bisa tapping terhadap cable tersebut," paparnya.
Airlangga mencontohkan penggunaan transaksi digital lintas negara seperti Mastercard atau Visa, serta transaksi know your customer (KYC) yang membutuhkan keamanan berlapis seperti one time password (OTP).
"Sehingga data security itu menjadi penting dan inilah yang diperlukan protokol yang kuat untuk melindungi data dalam transaksi. Baik itu digunakan melalui cloud computing maupun ke depannya, akan semakin banyak lagi penggunaan AI (kecerdasan buatan), karena AI adalah data mining atau scrolling dari seluruh data-data yang ada di digital," paparnya.

Airlangga juga memastikan seluruh proses ini akan diawasi oleh otoritas Indonesia sesuai dengan aturan Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP).
"Pemerintah memastikan bahwa data ini dilakukan dalam kerangka yang secure, reliable, dan data governance," katanya.
Klarifikasi dari para menteri ini merespons pengumuman Pemerintah Amerika Serikat mengenai hasil kesepakatan dagang dengan Indonesia.
Dalam situs resminya, Gedung Putih menyebut bahwa Indonesia telah berkomitmen untuk mengatasi hambatan terkait transfer data.
"Indonesia telah berkomitmen untuk mengatasi hambatan yang berdampak pada perdagangan, jasa, dan investasi digital. Indonesia akan memberikan kepastian terkait kemampuan untuk mentransfer data pribadi keluar dari wilayahnya ke Amerika Serikat," tulis situs tersebut.
Baca Juga: Dasco: Komisi I DPR Akan Panggil Pemerintah soal Transfer Data Pribadi Warga ke AS