Suara.com - Fenomena sound horeg kini berdiri di persimpangan jalan paling krusial dalam sejarahnya.
Di satu sisi, ia dipuja sebagai subkultur viral dan mesin ekonomi kreatif akar rumput.
Di sisi lain, ia dicap sebagai "teror bising", dihantam fatwa haram, dan memicu gelombang protes publik.
Pertanyaan besarnya kini bukan lagi soal kekuatannya, melainkan soal nasibnya.
Akankah guncangan dahsyat ini dilarang total hingga lenyap? Ataukah ia mampu berevolusi menjadi bentuk hiburan yang lebih beretika dan "sopan"?
Masa depan sound horeg bergantung pada jalan mana yang akan dipilih oleh para pelakunya, pemerintah, dan masyarakat.
Berikut adalah skenario-skenario yang mungkin terjadi.
Skenario Jalan Buntu: Era Larangan Total
Ini adalah skenario paling ekstrem dan paling mungkin terjadi jika tidak ada jalan tengah.
Baca Juga: 7 Sisi Gelap Sound Horeg: Teror Bising, Rusak Rumah, Hingga Ancam Jantung
Didorong oleh tekanan publik yang semakin kuat dan legitimasi dari fatwa MUI, pemerintah daerah bisa saja mengambil langkah tegas: mengeluarkan Peraturan Daerah (Perda) yang secara efektif melarang total penggunaan sound system berkekuatan ekstrem di area pemukiman dan karnaval.
2. Skenario Relokasi: Menciptakan "Zona Khusus Battle Sound"
Gagasan ini menawarkan jalan tengah yang lebih akomodatif. Alih-alih melarang, pemerintah dan komunitas bisa bekerja sama untuk merelokasi acara-acara besar sound horeg.
Bayangkan sebuah arena atau lapangan luas yang secara khusus didesain sebagai "sirkuit battle sound", jauh dari kawasan pemukiman.
Konsep ini meniru bagaimana kegiatan bising lainnya diatur, seperti sirkuit balap motor atau area konser musik rock skala besar.
3. Skenario Inovasi: Menciptakan Horeg yang Lebih 'Sopan' dan Cerdas
Ini adalah skenario paling ideal dan futuristik. Tantangan ini ditujukan langsung kepada para maestro audio seperti Edi Sound dan para perakit lainnya. Jika kejeniusan mereka mampu menciptakan bass perontok genteng, seharusnya mereka juga mampu menciptakan teknologi audio yang lebih beretika.
Inovasi ini bisa berfokus pada: teknologi audio Terarah (Directional Audio): Menggunakan teknologi line array yang lebih canggih untuk memfokuskan gelombang suara ke arah penonton, dan meminimalkan "kebocoran" suara ke samping atau belakang.
Bisa juga pengendalian frekuensi rendah yang merancang subwoofer yang getarannya terasa kuat di area acara tetapi cepat menghilang seiring jarak, sehingga tidak merusak properti warga yang jauh.
Sistem Cerdas Berbasis GPS yakni Sound system masa depan bisa dilengkapi dengan modul GPS yang secara otomatis menyesuaikan volume dan output bass berdasarkan lokasinya.
Jika terdeteksi berada di dekat rumah sakit, sekolah, atau tempat ibadah, sistem akan membatasi kekuatannya secara otomatis.
Ini adalah tantangan bagi para inovator untuk membuktikan bahwa "horeg" tidak harus identik dengan "merusak".
4. Jalan Tengah yang Paling Realistis: Dialog Tiga Pihak
Sebelum skenario-skenario di atas terwujud, langkah paling mendesak saat ini adalah dialog. Sebuah forum yang mempertemukan tiga pilar utama harus segera dibentuk yakni komunitas horeg yang diwakili oleh para pemilik, perakit, dan asosiasi sound system.
Masa depan sound horeg tidak harus berakhir tragis.
Ia bisa menjadi contoh bagaimana sebuah budaya populer yang kuat mampu beradaptasi dan mendewasakan diri.
Pilihan ada di tangan semua pihak: terus berada di jalur konfrontasi, atau duduk bersama mencari solusi demi harmoni antara hiburan dan ketertiban.