Suara.com - Selebgram Arnold Putra sempat mendatangi DPR RI usai dibebaskan dari tahanan otoritas Myanmar.
Hal ini dibenarkan oleh Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad yang mengatakan kedatangan Arnold ke DPR RI ditemani dengan keluarganya.
"Oh kemarin itu memang saudara Arnold datang beserta orangtuanya, apa namanya, memang gak direncanakan. Jadi kebetulan mereka katanya tahu ada paripurna dan mereka datang dan menyampaikan kepada protokol bahwa ingin bertemu pimpinan DPR," kata Dasco di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (25/7/2025).
Arnold datang untuk menyampaikan terima kasih kepada DPR RI lantaran dianggap turut mendorong pemerintah.
"Nah kemarin itu yang bersangkutan beserta orang tuanya menyampaikan rasa terima kasih karena ada dorongan dari DPR kepada pihak pemerintah, dalam hal ini kementerian luar negeri agar bisa secepatnya melakukan upaya-upaya untuk melakukan komunikasi dalam rangka membebaskan yang bersangkutan," ujarnya.
"Dan alhamdulillah apa yang dilakukan pemerintah itu berhasil," sambungnya.
Dasco bercerita soal bagaimana pengalamannya saat ditahan otoritas Myanmar.
"Dan saudara Arnold banyak bercerita tentang bagaimana keadaan pada saat dia ditahan," pungkasnya.
Arnold Putra, seorang nama yang tidak asing dengan kontroversi, kembali menjadi sorotan tajam.
Baca Juga: Sinyal Koalisi Permanen, Dasco: Gerindra Selama Ini Nyaman dengan PKB
Selebgram dan desainer yang dikenal dengan karya-karyanya yang ekstrem ini baru saja bebas setelah ditahan di Myanmar sejak Desember 2024 atas tuduhan serius.
Kasus ini menambah panjang daftar sensasi yang melekat pada sosoknya.
Terjerat Kasus Terorisme di Myanmar
Pada akhir tahun 2024, Arnold Putra ditangkap oleh otoritas junta militer Myanmar.
Ia dituduh memasuki negara itu secara ilegal melalui perbatasan Thailand dan menjalin hubungan dengan kelompok pemberontak yang dianggap terlarang, seperti People's Defense Force (PDF) dan Karen National Liberation Army (KNLA).
Akibatnya, ia dihadapkan pada serangkaian dakwaan berat, termasuk pelanggaran Undang-Undang Anti-Terorisme, Undang-Undang Keimigrasian, dan Undang-Undang Perkumpulan yang Melanggar Hukum (Unlawful Associations Act).
Menurut pengakuannya, ia ditangkap saat mengikuti seorang sopir jasa lokal dan kemudian diinterogasi di markas intelijen militer selama seminggu sebelum dipindahkan ke penjara tanpa pemberitahuan kepada perwakilan diplomatik Indonesia.
Pengadilan militer Myanmar kemudian menjatuhkan hukuman tujuh tahun penjara kepadanya.
Setelah melalui upaya diplomasi intensif yang melibatkan Pemerintah Indonesia, DPR, serta pihak lain seperti Hashim Djojohadikusumo dan Sasakawa Peace Foundation, Arnold akhirnya mendapatkan amnesti dari Dewan Administrasi Negara Myanmar pada 16 Juli 2025.
Ia pun kembali ke Indonesia pada 21 Juli 2025.
Sekembalinya ke Tanah Air, Arnold beserta keluarganya bertemu dengan pimpinan DPR untuk mengucapkan terima kasih atas dukungan yang diberikan dalam proses pembebasannya.
Rekam Jejak Kontroversi
Sebelum kasus di Myanmar, nama Arnold Putra sudah lebih dulu dikenal publik karena berbagai kontroversi di dunia fesyen.
Salah satu yang paling menghebohkan adalah ketika ia merancang sebuah tas tangan yang diklaim terbuat dari lidah buaya dan tulang belakang manusia.
Tas yang dijual dengan harga sekitar USD 5.000 atau setara Rp80 juta itu menuai kecaman luas karena dianggap tidak etis.
Sejak saat itu, ia kerap dijuluki sebagai "fashion provocateur" yang sering mengangkat tema-tema ekstrem dan simbolisme kematian dalam setiap karyanya, mengukuhkan citranya sebagai figur yang tak pernah lepas dari sensasi.
Kasus penahanannya di Myanmar menjadi babak baru dalam perjalanan hidupnya yang penuh dengan kontroversi.