5 Kejanggalan Ini Bikin Keluarga Tolak Mentah-mentah Vonis Bunuh Diri Arya Daru

Tasmalinda Suara.Com
Selasa, 29 Juli 2025 | 22:15 WIB
5 Kejanggalan Ini Bikin Keluarga Tolak Mentah-mentah Vonis Bunuh Diri Arya Daru
Arya Daru Pangayunan (Instagram)

Suara.com - Kepolisian menutup kasus kematian diplomat Arya Daru Pangayunan (ADP) dengan kesimpulan bunuh diri, namun pihak keluarga tampil ke depan dengan bantahan keras.

Bagi mereka, vonis tersebut terasa janggal, prematur, dan bertentangan dengan semua yang mereka ketahui tentang ADP.

Meta Bagus, kakak ipar Arya Daru, saat ditemui di rumah duka di Banguntapan, Bantul, Yogyakarta, memilih untuk tidak mengomentari secara mendalam isi email tersebut.

Namun ia  menegaskan bahwa konsultasi atau komunikasi personal adalah hal yang sangat wajar.

Berikut adalah 5 hal keraguan keluarga yang membuat misteri ini belum benar-benar tuntas.

1. Paradoks Kepribadian: Sosok Ceria vs. Tindakan Putus Asa

Ini adalah kejanggalan terbesar dari sisi psikologis. Keluarga secara konsisten menggambarkan ADP sebagai sosok yang ceria, supel, dan tidak pernah menunjukkan tanda-tanda depresi. 

Gambaran ini sangat kontras dan sulit disatukan dengan narasi kepolisian tentang seorang pria yang begitu putus asa hingga menghabiskan 86 menit mencoba bunuh diri di kantornya.

Bagaimana bisa seorang yang dikenal periang dan penuh semangat oleh orang-orang terdekatnya tiba-tiba mengambil keputusan sefatal itu tanpa ada 'tanda bahaya' yang terlihat?

Baca Juga: Tolak soal Bunuh Diri, Keluarga Arya Daru Tak Pernah dengar Keluhan Kerja selama jadi Diplomat Kemlu

Bagi keluarga, kedua narasi ini mustahil datang dari orang yang sama.

2. Motif Bunuh Diri yang Tak Terjawab

"Kami meyakini bahwa almarhum tidak seperti itu [bunuh diri]," ujar Meta dengan tegas.

"Begini, itu kan kami melihat pengamatan kami terhadap yang bersangkutan [Arya Daru] itu selama bertahun-tahun," lanjutnya.

Lebih jauh, keluarga juga menepis spekulasi adanya tekanan atau beban kerja berlebih yang dialami Arya sebagai abdi negara di Kemenlu.

Ketiadaan motif ini menyisakan ruang kosong yang sangat besar, yang kini diisi oleh keraguan keluarga dan spekulasi adanya faktor eksternal yang belum terungkap.

3. Ponsel yang hilang

Ini adalah kejanggalan fisik yang paling nyata dan paling sulit dijelaskan. Dalam kasus yang semua buktinya diklaim mengarah pada tindakan "seorang diri", bagaimana mungkin ponsel pribadi korban bisa lenyap? 

Ponsel adalah saksi digital paling krusial yang bisa berisi chat, riwayat lokasi, dan riwayat browser terakhir—sebuah 'kotak hitam' yang merekam detik-detik terakhirnya.

Ketiadaannya adalah anomali yang belum terpecahkan dan menjadi bahan bakar utama bagi keraguan keluarga bahwa ada pihak lain yang mungkin terlibat untuk menghilangkan jejak.

4. Lakban yang Tak Lazim

Meskipun polisi memastikan sidik jari di lakban hanya milik korban, metode kematian itu sendiri terasa tak lazim dan memunculkan pertanyaan bagi keluarga.

Penggunaan lakban untuk bunuh diri adalah metode yang sangat rumit dan jarang terjadi. Kejanggalan metode ini, ditambah dengan tiga poin keraguan lainnya, membuat keluarga semakin yakin bahwa ada cerita lain yang belum terungkap di balik pintu kamar kos nomor 105 tersebut.

5. Beban Kerja Tinggi

Menurut Meta, beban kerja adalah konsekuensi logis dari setiap profesi, dan Arya tidak pernah menunjukkannya secara berlebihan.

"Nah terkait dengan beban kerja, perlu kami sampaikan juga bahwa namanya orang bekerja itu pasti ada beban. Dan kan pasti ada juga berbagai macam halnya," tuturnya. "Hanya saja sepemahaman dan sepengamatan kami terhadap Daru itu sampai sejauh ini tidak pernah menceritakan beban-beban berat yang ada, kurang lebih seperti itu," imbuhnya.

Citra yang dibangun keluarga adalah sosok Arya yang memiliki support system yang kuat, terutama dari sang istri. Hubungan keduanya digambarkan sangat sehat, terbuka, dan suportif dalam menghadapi berbagai persoalan hidup.

"Memang segala sesuatu itu didiskusikan, dikomunikasikan antara suami dan istri ini dengan cukup baik," ucapnya.


Anda lebih percaya pada kesimpulan polisi yang berbasis sains atau keraguan keluarga yang mengenal pribadi korban? Bagikan pendapat Anda di kolom komentar.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI