Siapa Orang Aceh dalam Logo Kota Salem Amerika Serikat yang Terancam Dihapus?

Bernadette Sariyem Suara.Com
Rabu, 30 Juli 2025 | 12:23 WIB
Siapa Orang Aceh dalam Logo Kota Salem Amerika Serikat yang Terancam Dihapus?
Logo Kota Salem, Amerika Serikat, yang memuat figur Orang Aceh di tengahnya. Gubernur Aceh Muzakir Manaf sampai mengirimkan surat agar orang aceh dalam logo itu tidak dihapus. Siapakah orang aceh itu? Ternyata bernama Po Adam. [dokumentasi]

Suara.com - Jauh di seberang samudra, di antara deretan simbol kota-kota Amerika Serikat, sebuah logo menyimpan erat jejak sejarah yang tak terduga bagi orang Aceh. Itu ada di Kota Salem, Massachusetts.

Logo resmi Kota Salem menampilkan sosok pria Timur bersorban, berdiri gagah dengan latar kapal layar megah.

Figur tersebut diyakini adalah Po Adam, seorang ulee balang (pemimpin lokal) dari pesisir barat Sumatra, yang kini menjadi bagian dari Aceh Barat Daya.

Namun, citra yang telah bertahan hampir dua abad itu kini berada di persimpangan jalan.

Sejak akhir 2024, perdebatan sengit muncul di kalangan warga Salem.

Sebagian dari mereka menuntut agar lambang kota dievaluasi ulang, dengan alasan logo tersebut mengabadikan jejak kolonialisme dan stereotip rasial yang sudah tidak relevan.

Sosok Po Adam, yang selama ini menjadi lambang emas hubungan dagang Salem dengan Dunia Timur, kini menghadapi ancaman nyata untuk dihapus dari memori visual kota tersebut.

Gubernur Nangroe Aceh Darussalam Muzakir Manaf sampai-sampai mengirimkan surat kepada Gubernur Massachusetts Maura Healey, agar gambar orang aceh pada logo itu tidak dihapus.

Logo Kaya Simbol, Cerminan Perdagangan Maritim

Baca Juga: Viral Ada Sosok Saudagar Aceh di Logo Kota AS, Terungkap 5 Fakta Sejarahnya

Logo Kota Salem, yang diadopsi sejak 1839, adalah sebuah perisai yang kaya akan makna.

Di pusatnya, berdiri seorang pria dengan pakaian tradisional Timur yang mencolok: jubah panjang biru tua, celana merah, sabuk kuning, dan sorban putih yang khas.

Di tangannya, ia memegang payung terbuka yang disampirkan di bahu, sebuah simbol kehormatan dan status tinggi pada masanya.

Latar belakangnya dihiasi kapal layar dan pohon palem, menegaskan koneksi maritim Salem yang kuat dengan Asia Tenggara, khususnya dalam perdagangan lada.

Kolase foto Gubernur Nangroe Aceh Darussalam, Muzakir Manaf alias Mualem (kiri) logo kota Salem di AS (tengah) dan Gubernur Massachusetts Maura Healey (kanan). [Suara.com]
Kolase foto Gubernur Nangroe Aceh Darussalam, Muzakir Manaf alias Mualem (kiri) logo kota Salem di AS (tengah) dan Gubernur Massachusetts Maura Healey (kanan). [Suara.com]

Di bawah perisai, terukir moto dalam bahasa Latin: "Divitis Indiae usque ad ultimum sinum", yang berarti “Dari Kekayaan India hingga ke Teluk yang Paling Jauh”.

Moto ini adalah cerminan ambisi dan semangat para saudagar Salem yang tak gentar menjelajahi samudra hingga ke Sumatra.

Siapa Po Adam? Pahlawan di Balik Tragedi Kapal Friendship

Po Adam bukanlah tokoh fiktif. Namanya tercatat dalam berbagai dokumen sejarah Amerika sebagai figur krusial dalam perdagangan lada yang pernah membuat Salem menjadi salah satu kota terkaya di AS.

Kisahnya terjalin erat dengan tragedi dan heroisme di pesisir barat Aceh, di pelabuhan-pelabuhan seperti Kuala Batee, Meukek, dan Susoh.

Sejak akhir abad ke-18, para pelaut Salem membangun rute dagang langsung ke Sumatra untuk mendapatkan lada, memotong jalur perantara Eropa.

Perdagangan ini sangat menguntungkan, tetapi juga penuh bahaya.

Pada 7 Februari 1831, tragedi mengguncang saat kapal Friendship milik Kapten Charles Endicott diserang saat sedang memuat lada di Kuala Batee.

Sejumlah awak kapal dibantai dan kapal dijarah habis, termasuk 12 peti opium yang bernilai sangat tinggi.

Kapten Endicott, yang saat itu berada di darat, nyaris menjadi korban.

Di tengah kekacauan dan hujan tombak, muncullah Po Adam. Dengan reputasinya yang ramah terhadap pedagang asing, ia mempertaruhkan nyawanya untuk menyelamatkan Endicott.

“You got trouble, Captain. If they kill you, must kill Po Adam first (Anda dalam masalah, Kapten. Jika mereka mau membunuhmu, mereka harus membunuh Po Adam lebih dulu),” demikian kutipan legendaris Po Adam yang dicatat oleh Museum Peabody Essex di Salem.

Po Adam tidak hanya melindungi Endicott tetapi juga membantunya melarikan diri dan mengumpulkan bantuan dari kapal Amerika lain untuk merebut kembali Friendship.

Keberpihakannya pada Amerika membuatnya harus membayar mahal.

Dalam sepucuk surat kepada Joseph Peabody, saudagar terkaya Salem, Po Adam mengungkapkan penderitaannya.

“Bantuan saya kepada kapten kapal Anda telah membuat saya dibenci oleh orang-orang saya sendiri. Rumah saya dibakar. Saya kehilangan seluruh harta benda. Kini saya hidup dalam cemooh karena telah menjadi teman Amerika.”

Ironi di Balik Kontroversi: Pahlawan Dianggap Simbol Kolonial

Logo Kota Salem dirancang oleh George Peabody pada 1839, hanya beberapa tahun setelah peristiwa Friendship dan aksi balasan militer AS.

Pemilihan figur Po Adam diyakini sebagai penghormatan atas keberanian dan persahabatannya.

Namun, kini narasi itu digugat. Sebagian warga Salem modern merasa tidak nyaman dengan representasi pria "asing" sebagai ikon kota, menganggapnya sebagai gambaran ketundukan dan stereotip usang.

Ironisnya, dalam catatan sejarah, Po Adam adalah sosok yang berdiri tegak, seorang pahlawan yang membuat pilihan berani, bukan figur yang tunduk.

Pertanyaannya, apakah menghapus Po Adam dari logo justru akan menghilangkan jejak penting hubungan sejarah Aceh dan Amerika?

Kabar baiknya, proses evaluasi ini akan berjalan panjang dan terbuka. Gugus Tugas Logo Kota (City Seal Task Force) akan mengadakan diskusi publik, konsultasi dengan sejarawan, dan presentasi hingga September 2026.

Pemerintah Kota Salem bahkan menyediakan formulir daring bagi siapa saja yang ingin menyumbangkan pandangan mereka mengenai masa depan lambang bersejarah ini.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI