Suara.com - Borok dalam skandal korupsi legendaris pengadaan gas alam cair atau LNG di Pertamina dibongkar oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Fakta paling mencengangkan terungkap; dua mantan Direktur Gas Pertamina yang baru ditahan ternyata nekat membeli LNG impor dari Amerika Serikat yang harganya lebih mahal, tapi barangnya tidak pernah sampai ke Indonesia.
Peran sentral kedua tersangka, Yenni Andayani (YA) dan Hari Karyuliarto (HK), dipaparkan secara gamblang oleh Plt Deputi Penindakan KPK, Asep Guntur Rahayu, setelah keduanya resmi mengenakan rompi oranye, Kamis (31/7/2025).
"Faktanya LNG yang di-import tersebut tidak pernah masuk ke Indonesia hingga saat ini, dan harganya lebih mahal dari pada produk gas di Indonesia,” ungkap Asep di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.
Asep menjelaskan betapa serampangannya proses pembelian ini. Selain membeli gas mahal yang tak pernah tiba, persetujuan diberikan tanpa ada kepastian siapa yang akan membeli LNG tersebut di dalam negeri.
“Pembelian LNG tersebut juga tanpa adanya ‘back to back’ kontrak di Indonesia atau dengan pihak lain, sehingga LNG yang di-import tersebut tidak punya kepastian pembeli dan pemakainya,” kata Asep.
Tindakan ini juga disebut melangkahi Kementerian ESDM. Seharusnya, ada rekomendasi dan penetapan kebutuhan impor dari menteri untuk menjaga iklim bisnis migas nasional, terutama saat Indonesia sendiri punya banyak potensi gas seperti di Blok Masela dan Andaman.
Diduga Palsukan Dokumen
Tak hanya itu, kedua tersangka dituding telah melampaui kewenangan mereka dengan cara yang sangat berisiko dan diduga penuh rekayasa.
Baca Juga: Kontrak Buta LNG Rp 192 Triliun: KPK Jebloskan 2 Mantan Direktur Pertamina
KPK menemukan sejumlah dosa lain yang mereka lakukan:
- Membeli tanpa persetujuan RUPS dan Komisaris: Padahal ini adalah kontrak jangka panjang 20 tahun dengan nilai fantastis, bukan sekadar operasional rutin.
- Diduga memalsukan dokumen: KPK menduga ada pemalsuan dokumen persetujuan direksi untuk memuluskan proyek ini.
- Sengaja tidak melapor ke Komisaris: Keduanya diduga sengaja menyembunyikan rencana dan hasil perjalanan dinas ke Amerika Serikat untuk menandatangani kontrak dari pengawasan dewan komisaris.
Penahanan Yenni dan Hari merupakan pengembangan langsung dari kasus yang menjerat mantan bos mereka, eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan. Vonis Karen sendiri telah diperberat oleh Mahkamah Agung menjadi 13 tahun penjara, menjadi sinyal bagi KPK untuk menyapu bersih semua yang terlibat.
Akibat proyek serampangan ini, negara ditaksir merugi USD 113,8 juta atau sekitar Rp 1,82 triliun. Kini, kedua mantan direktur itu harus menyusul Karen untuk mempertanggungjawabkan perbuatan mereka di balik jeruji besi.