Suara.com - Ketua DPP PDI Perjuangan Bidang Pemerintahan dan Otonomo Daerah, Ganjar Pranowo turut memberikan komentar perihal amenesti yang diberikan Presiden Prabowo Subianto untuk Hasto Kristiyanto.
Diketahui pemerintah dan DPR menyetujui tidak hanya pemberian amnesti untuk Hasto, melainkan pemberian abolisi untuk mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong.
Ganjar tidak memberi jawaban lugas, perihal ditanya mengenai sikap dirinya maupun PDIP terhadap pemerintahan Prabowo, usai pemberian amnesti untuk Sekretaris Jenderal PDIP tersebut.
Apakah Ganjar dan PDIP akan memberikan dukungan penuh 100 persen untuk pemerintahan Prabowo atau tidak, Ganjar hanya menjawab normatif mengenai abolisi dan amnesti.
Ia sebatas menegaskan bahwa abolisi dan amnesti merupakan hak prerogatif seorang Presiden.
"Pemberian Amnesti dan Abolisi adalah hak prerogatif presiden dengan memperhatikan pertimbangan DPR," kata Ganjar kepada Suara.com, Jumat (1/8/2025).
"Itu saja. Tak lebih tak tak kurang," sambungnya.
Diberitakan sebelumnya, sebuah manuver politik tingkat tinggi tampak dipertontonkan saat Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengunggah foto pertemuannya dengan Presiden ke-5 RI MegawatiSoekarnoputri.
Momen ini terjadi hanya beberapa jam setelah Dasco memimpin DPR menyetujui amnesti bagi Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, memicu spekulasi luas mengenai agenda di balik layar.
Baca Juga: Rocky Gerung Sebut Manuver Prabowo 'Tampar' Jokowi: Dendam Politik Geng Solo Tak Terwujud?
Melalui unggahan di media sosialnya, Dasco menampilkan kebersamaan elite Gerindra dan PDIP.
Foto itu memperlihatkan mereka tengah berduduk di sebuah ruang tamu rumah dengan meja yang berada di tengahnya.
Namun ruangan rumah tersebut berbeda dengan potret rumah tempat pertemuan Dasco dan Megawati sebelum-sebelumnya.
Adapun Megawati, Prananda, dan Puan, diketahui berada di Bali pada Rabu (30/7/2025).
Para petinggi PDIP itu berada di Bali untuk menghadiri agenda Bimbingan Teknis (Bimtek) Anggota Legislatif Fraksi PDIP di The Meru & Bali Beach Convention Center, Sanur, Denpasar, Bali.
Meski Dasco membingkainya dengan narasi diplomatis "Merajut Tali Kebangsaan dan Persaudaraan", pertemuan ini sulit dilepaskan dari konteks politik terkini.