Pakar Hukum UGM: Kenapa Tom Lembong Dapat Abolisi, Sedangkan Hasto Amnesti?

Jum'at, 01 Agustus 2025 | 15:09 WIB
Pakar Hukum UGM: Kenapa Tom Lembong Dapat Abolisi, Sedangkan Hasto Amnesti?
Ahli Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Muhammad Fatahillah Akbar (kedua kanan) saat memberikan keterangan dalam persidangan dengan terdakwa Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (5/6/2025). [ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/YU]

Suara.com - Keputusan Presiden Prabowo Subianto yang secara tiba-tiba memberikan amnesti kepada Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, dan abolisi untuk mantan Menteri Perdagangan, Tom Lembong, sontak memicu gelombang tanda tanya besar di ruang publik.

Salah satunya adalah, kenapa Prabowo memberikan abolisi kepada Tom Lembong, sementara Hasto mendapat amnesti.

Pemberian dua hak prerogatif ini dalam waktu yang bersamaan, meski untuk dua kasus dan dua figur yang berbeda, mengundang sorotan tajam dari kalangan akademisi hukum.

Pakar Hukum Pidana dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Muhammad Fatahillah Akbar, menyoroti langkah hukum ini dari berbagai sisi.

Meskipun secara fundamental sah, ia mengidentifikasi beberapa kejanggalan yang patut menjadi diskursus publik.

Menurut Akbar, landasan konstitusional langkah Presiden Prabowo tidak perlu diragukan.

Hak untuk memberi amnesti dan abolisi merupakan kewenangan istimewa yang melekat pada jabatan presiden.

"Kalau amnesti dan abolisi kan memang hak prerogatif presiden diatur dalam Undang-Undang Dasar," kata Akbar saat dihubungi pada Jumat (1/8/2025).

Ia memaparkan, mekanisme untuk kedua hak tersebut memang berbeda dengan grasi dan rehabilitasi.

Baca Juga: Hasto Dapat Karpet Merah Amnesti dari Prabowo, KPK: Perburuan Harun Masiku Tak Terhenti!

Amnesti dan abolisi, karena kental dengan nuansa politik, memerlukan pertimbangan dari DPR.

Sementara grasi dan rehabilitasi yang bersifat yuridis murni, harus melalui pertimbangan Mahkamah Agung (MA).

"Pasal 14 ayat 2, amnesti dan abolisi itu diajukan ke DPR karena dia bernuansa memang politik. Ada pertimbangan politik di dalamnya sehingga ke DPR," ucapnya.

Namun, sorotan utama Akbar tertuju pada substansi dan konteks kedua kasus tersebut.

Ia mempertanyakan alasan di balik penyatuan waktu pemberian hak istimewa ini untuk dua figur dengan latar belakang yang sangat berbeda.

"Dua kasus tersebut memiliki konten yang berbeda. Satunya itu adalah Pasal 2, Pasal 3 yang juga ramai diperbincangkan dengan Pasal suap. Satu yang ada murni memang aktif di partai politik, bahkan sebagai pejabat partai politik. Sedangkan Tom Lembong kan bukan orang partai politik," terangnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI