Di Balik Kaus Gus Darling: Melihat Kepemimpinan Gus Fawait Secara Utuh

Sabtu, 02 Agustus 2025 | 16:46 WIB
Di Balik Kaus Gus Darling: Melihat Kepemimpinan Gus Fawait Secara Utuh
Mari melihat kepemimpinan Gus Fawait secara menyeluruh lewat "Gus Darling" (Dok: Diskominfo Jember)

Suara.com - Sebuah potongan video berdurasi singkat memantik kembali diskusi publik di tengah kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) yang melanda Kabupaten Jember, Jawa Timur.

Dalam video itu, Bupati Jember Muhammad Fawait tampak menyebut kata “darling” saat memberikan pernyataan terkait kebijakan pembelajaran daring dan kerja jarak jauh selama krisis BBM.

Tak lama berselang, Fawait kembali muncul dalam konferensi pers mengenakan kaus merah muda bertuliskan “Gus Darling”.

Istrinya, Gyta Eka Puspita, turut mendampingi dengan kaus senada bertuliskan “Gus Fundamental”.

Kedua frasa itu lantas viral. Sebagian menilai langkah tersebut sebagai strategi komunikasi yang kreatif, sebagian lain menyebutnya tidak sensitif terhadap kondisi darurat yang tengah dihadapi masyarakat.

Namun, di balik simbol-simbol viral itu, muncul pertanyaan yang lebih penting: bagaimana sebenarnya kinerja dan gaya kepemimpinan Gus Fawait selama menjabat sebagai kepala daerah?

Dosen senior Universitas Jember sekaligus pendiri lembaga survei The Republic Institut, Dr. Isa Ma’rufi, menilai langkah cepat Fawait dalam merespons kelangkaan BBM patut diapresiasi.

Ia menyebut, koordinasi langsung dengan Pertamina dan Gubernur merupakan bentuk kesigapan birokrasi di tengah keterbatasan kewenangan daerah.

“Kecepatan Gus Fawait menangani kelangkaan BBM, dengan cara berkoordinasi langsung dengan Pertamina dan Gubernur, saya kira sudah tepat,” ujar Isa saat dihubungi, Sabtu (2/8/2025).

Baca Juga: BBM di Jember Kembali Normal, Ini Deretan Langkah Gus Fawait Atasi Kelangkaan

Namun Isa juga mengingatkan, publik perlu memahami bahwa krisis BBM bukanlah sepenuhnya tanggung jawab kepala daerah.

“Persoalan ini merupakan domain Pertamina dan pemerintah pusat. Peran daerah lebih pada penanganan dampak dan percepatan distribusi,” jelasnya.

Terkait kaus “Gus Darling” dan “Gus Fundamental” yang ramai diperbincangkan, Isa menyebut hal tersebut sebagai ekspresi wajar dalam dinamika komunikasi politik saat ini.

“Yang terpenting adalah bagaimana substansi penanganan masalah BBM yang telah dilakukan, bukan sekadar simbol-simbol,” tambahnya.

Muhammad Fawait bukan pendatang baru dalam dunia politik. Ia telah menjabat sebagai anggota DPRD Jawa Timur selama satu dekade, dan bahkan meraih suara terbanyak secara nasional pada Pemilu legislatif terakhir.

Sejak menjabat sebagai Bupati Jember, Fawait langsung menaruh perhatian besar pada sektor kesehatan. Salah satu program andalannya adalah Universal Health Coverage (UHC) yang menjamin seluruh warga Jember terdaftar sebagai peserta aktif BPJS Kesehatan. Program ini memungkinkan warga mengakses layanan kesehatan gratis, baik di dalam maupun luar daerah.

Data Dinas Kesehatan mencatat bahwa hingga pertengahan 2025, cakupan UHC maksimal, di mana separuh lebih telah berjalan dan terus meningkat. Fasilitas layanan kesehatan diperluas, dan klaim pembiayaan ditanggung penuh oleh pemerintah.

Langkah lain yang juga diapresiasi publik adalah penurunan kembali tarif retribusi pasar, yang sempat dinaikkan pada periode sebelumnya. Kebijakan itu meredakan beban ekonomi pedagang kecil yang terhimpit pascapandemi dan gejolak harga kebutuhan pokok.

Tak hanya itu, kanal pengaduan digital “Wadul Guse” juga diluncurkan sebagai sarana warga menyampaikan keluhan langsung. Hingga Juni 2025, lebih dari 8.000 laporan tercatat masuk, dengan tingkat respons mencapai 78 persen. Laporan terbanyak berkaitan dengan pelayanan publik, infrastruktur, dan administrasi kependudukan.

Meski sejumlah capaian diraih, kritik terhadap Fawait tetap mengemuka, terutama setelah pernyataannya yang menyebut krisis BBM akibat penutupan jalur Gumitir sebagai “bukan persoalan yang sangat fundamental”. Pernyataan itu dinilai sejumlah akademisi sebagai bentuk ketidakpekaan.

Herlambang P. Wiratraman dari UGM menyebut ucapan Fawait sebagai contoh kurang empati terhadap situasi krisis, sementara pengajar komunikasi politik Universitas Jember, Muhammad Iqbal, mengkritik pemilihan simbol yang dinilai tidak kontekstual dengan penderitaan warga.

Meski demikian, Pemkab Jember juga telah melakukan langkah-langkah mitigatif, seperti membuka jalur distribusi darurat, menempatkan aparat di sejumlah SPBU prioritas, hingga mengajukan tambahan kuota BBM subsidi ke pusat untuk kebutuhan sektor pertanian dan UMKM.

Dalam konferensi pers di Rembangan, Jumat (1/8/2025), Fawait kembali tampil mengenakan kaus bertuliskan “Gus Darling”. Ia menjelaskan berbagai langkah teknis yang telah dilakukan pemerintah daerah untuk mengatasi kelangkaan BBM.

Pihak Prokopim Pemkab Jember menjelaskan bahwa penggunaan kaus tersebut bukan bagian dari strategi kampanye politik.

“Itu respons spontan yang berkembang secara kreatif oleh relawan. Kami memahami simbol bisa multitafsir, tetapi fokus kami adalah memastikan layanan kepada masyarakat tetap berjalan,” ujar salah satu staf Prokopim.

Dalam era komunikasi politik digital, simbol bukan lagi pelengkap, melainkan bagian dari strategi membangun persepsi. Namun, simbol tanpa substansi bisa menjadi bumerang.

Dr. Isa Ma’rufi menegaskan pentingnya menilai kepemimpinan bukan dari simbol belaka, melainkan dari kinerja dan dampak nyata bagi masyarakat.

“Yang perlu dicermati bukan hanya simbolnya, tapi apakah substansi pelayanan publik tetap berjalan,” tegasnya. ***

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI