Suara.com - Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Megawati Soekarnoputri, menyatakan kesedihannya atas kondisi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat ini. Menurutnya, kondisi tersebut sampai membuat Presiden Prabowo Subianto harus turun tangan. Hal ini disampaikannya saat berpidato dalam Kongres ke-6 PDIP di Bali, Sabtu (2/8).
Meskipun tidak menjelaskan secara rinci, pernyataan Megawati ini muncul setelah ia menyinggung perlakuan tidak adil yang dialami oleh Hasto Kristiyanto. "Saya merasa aneh loh, masa urusan begini saja Presiden harus turun tangan. Coba pikirkan," kata Megawati.
Sebagai Presiden kelima Republik Indonesia yang juga mendirikan lembaga anti-rasuah tersebut, Megawati mengaku sangat memahami seluk beluk KPK. Ia menekankan pentingnya penerapan keadilan yang tegak lurus tanpa memandang status seseorang.
"Apakah kalian tidak punya anak-anak? Tidak punya saudara? Kalau diperlakukan seperti itu, lalu bagaimana, di mana kalian mencari keadilan yang hakiki?" ujarnya, meluapkan perasaannya, seperti yang dikutip dari Antara.
Hasto Kristiyanto Bebas Melalui Amnesti Presiden dan Hadir di Kongres PDIP
Sebelumnya, Hasto Kristiyanto telah divonis 3,5 tahun penjara oleh pengadilan atas kasus perintangan penyidikan dan suap yang menjeratnya. Namun, ia kini telah bebas setelah menerima amnesti dari Presiden Prabowo Subianto yang disetujui oleh DPR RI.
Hasto resmi bebas pada Jumat (1/8) malam dan langsung menghadiri Kongres PDIP di Bali pada keesokan harinya. Kehadiran Hasto sontak membuat suasana kongres menjadi emosional. Momen tersebut bahkan membuat Megawati Soekarnoputri menitikkan air mata.
Sebagai informasi, dugaan keterlibatan Hasto dalam dugaan korupsi mulai diungkap oleh KPK pada pertengahan 2024, setelah penyidik memeriksa beberapa saksi terkait keberadaan Harun. Pada 10 Juni 2024, Hasto dipanggil sebagai saksi. Berdasarkan informasi dari saksi lain, KPK mulai mengusut dugaan adanya upaya perintangan penyidikan (obstruction of justice).
Setelah Pilkada 2024, Hasto ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Ketua KPK saat itu, Setyo Budiyanto, menyebut Hasto memiliki peran penting dalam penyuapan dan juga dijerat pasal perintangan hukum karena diduga membantu pelarian Harun. Atas penetapan ini, Hasto mengajukan dua kali permohonan praperadilan, namun keduanya ditolak oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Baca Juga: Ramalam Budiman Sudjatmiko Terbukti: Fusi PDIP-Gerindra Keharusan Sejarah
Pada 20 Februari 2025, Hasto ditahan dan sidang perdananya digelar pada 14 Maret 2025. Jaksa mendakwa Hasto telah memberikan suap sebesar 57.350 dolar Singapura kepada Wahyu Setiawan agar KPU menyetujui PAW. Ia juga didakwa merintangi penyidikan dengan memerintahkan ajudannya menyembunyikan barang bukti.
Meski Hasto sempat mengajukan nota pembelaan, hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menolak keberatan tersebut. Setelah melalui enam persidangan pemeriksaan saksi dan pemeriksaan terdakwa, jaksa penuntut umum menuntut Hasto tujuh tahun penjara.
Pada 25 Juli 2025, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan vonis 3 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp 250 juta kepada Hasto. Hakim menyatakan Hasto terbukti bersalah dalam dakwaan suap, tetapi membebaskannya dari dakwaan perintangan penyidikan.
Vonis ini lebih rendah dari tuntutan jaksa, sehingga KPK berencana mengajukan banding. Namun, sebelum banding diajukan, Hasto telah menerima amnesti atau pengampunan hukuman dari Presiden Prabowo Subianto. Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menyatakan bahwa pihaknya akan menunggu surat resmi dari Presiden untuk menindaklanjuti keputusan tersebut.