Suara.com - Di tengah hiruk pikuk dan euforia pasca-Kongres V PDI Perjuangan, sebuah kunjungan duka di Denpasar pada Senin (4/8/2025) mengirimkan sinyal politik yang jauh lebih kuat dari sekadar ungkapan belasungkawa.
Kehadiran Ketua Umum Megawati Soekarnoputri, didampingi putra mahkota Prananda Prabowo dan Sekjen Hasto Kristiyanto, adalah sebuah manuver terjadwal yang menjadi bagian dari agenda besar partai di Pulau Dewata.
Kunjungan untuk melayat mendiang Ni Jero Samiarsa, ibunda dari kader utama partai Wali Kota Denpasar IGN Jaya Negara dan Mantan Menteri PPPA Bintang Puspayoga menjadi panggung penegasan soliditas dan prioritas PDI Perjuangan.
Sinyal Politik dari Rangkaian Agenda Padat
Fakta bahwa kunjungan ini bukan agenda dadakan terkonfirmasi dari pernyataan Wakil Wali Kota Denpasar, I Kadek Agus Arya Wibawa. Ia memaparkan bahwa kehadiran Megawati telah disesuaikan dengan jadwal maraton sang ketua umum di Bali.
“Karena bertepatan waktunya juga, ibu menyesuaikan, karena sebelum tanggal 1 Agustus kalau tidak salah tanggal 29 Juli ibu sudah ada di Bali, lalu mengikuti bimtek partai di The Meru kemudian lanjut Kongres PDIP di Nusa Dua dan langsung ini di sini,” kata Kadek Agus, dilansir dari Antara.
Pernyataan ini secara gamblang menempatkan kunjungan duka sebagai salah satu mata rantai dari agenda strategis partai. Dimulai dari Bimbingan Teknis (Bimtek) untuk konsolidasi internal, dilanjutkan dengan Kongres yang mengukuhkan kembali kepemimpinan Megawati, dan ditutup dengan gestur personal kepada kader penting di daerah. Ini adalah pesan bahwa meski sibuk dengan urusan tingkat tinggi, partai tidak pernah melupakan basisnya.
Triumvirat PDIP Tampil Kompak dalam Balutan Adat
Visual yang ditampilkan dalam kunjungan ini juga sarat akan makna politik. Megawati, Prananda, dan Hasto tampil kompak dalam balutan busana adat Bali, menunjukkan penghormatan mendalam terhadap budaya lokal yang menjadi salah satu pilar kekuatan partai.
Baca Juga: Prabowo Diwanti-wanti Waspadai 'Serangan Balik' Jokowi

Megawati Soekarnoputri mengenakan kebaya putih dan kamen hitam, menampilkan citra keibuan dan kepemimpinan yang kharismatik.
Sementara Prananda Prabowo tampil senada dengan sang ibunda, memperkuat citra sebagai penerus yang setia pada garis perjuangan.
Kemudian Hasto Kristiyanto kehadirannya dengan udeng merah menjadi sorotan tersendiri. Sebagai Sekjen yang belum lama bebas, penampilannya mendampingi langsung pucuk pimpinan adalah penegasan bahwa posisinya di jantung kekuasaan partai tetap aman dan sentral.
“Kebetulan juga bertepatan pada hari ini prosesi pengabenan dari ibundanya Pak Wali Kota, ibundanya Ibu Bintang yang juga sekarang menjabat sebagai Ketua DPP PDIP, oleh karena itu ibu ketum dan jajaran DPP langsung melakukan prosesi melayat,” tambah Kadek Agus
Gestur Humanis di Tengah Kalkulasi Politik
Meski sarat dengan kalkulasi politik, kunjungan ini tetap dibungkus dalam gestur humanis yang tulus. Megawati tidak hanya datang, berdoa, lalu pergi. Ia sempat duduk dan menikmati kudapan sembari bercengkrama dengan keluarga yang berduka.
Interaksi personal ini penting untuk menjaga loyalitas dan moril kader di tingkat akar rumput. Setelah hampir satu jam, rombongan elite PDI Perjuangan ini berdoa bersama di depan balai jenazah sebelum akhirnya meninggalkan lokasi.
“Kalau saya ikut ke kuburan tapi ibu dan rombongan tidak, langsung balik,” ujar Wakil Wali Kota Denpasar.
Keputusan untuk tidak ikut hingga ke pemakaman menunjukkan efisiensi dan pemahaman bahwa tujuan utama dari kunjungan—yakni menunjukkan solidaritas dan kehadiran negara melalui pemimpin partai telah tercapai.