"Ada tudingan bahwa Johny seorang "kristen radikal". Ia dikabarkan kerap melakukan kontak-kontak dengan sesama "Jenderal kristen" seperti (alm) Letnan Jenderal Rajagukguk (mantan Wakil KSAD yang kemudian dikaryakan sebagai Duta Besar RI untuk India) dan Letnan Jenderal Luhut Panjaitan, teman seangkatan Johny," tulis Tijpta.
Para jenderal TNI itu kata Tjpta menilai berbahaya jika Johny berada di pucuk pimpinan TNI. Widodo lalu memberitahu Johny mengenai hasil rapat para pimpinan TNI itu.
Johny tidak terkejut. Dia malah menyarankan ke Widodo agar jangan mengatakan ke Presiden mengenai penolakan para pimpinan TNI itu.
Sebab kata Johny ke Widodo, tindakan itu nantinya bisa diartikan sebagai tindakan insubordinasi, atau pelanggaran disiplin, mengingat kedudukan presiden sebagai Panglima Tertinggi TNI.
"Katakan saja bahwa TNI menilai jabatan Wakil Panglima saat ini masih belum diperlukan," saran Johny ke Widodo. Widodo setuju dengan saran Johny.
Sumber lain mengatakan Johny dipanggil dan dihadapkan di tengah-tengah peserta rapat pimpinan TNI. Johny seperti diadili oleh para petinggi TNI. Dalam forum itu ia dipaksa untuk menolak penunjukan dirinya sebagai Wakil Panglima TNI demi persatuan TNI.
Informasi mengenai penolakan pimpinan TNI terhadap Johny ini membuat Gus Dur sangat geram. Ia langsung menggebrak meja ketika Widodo dan Johny menghadapnya.
Beberapa jam setelah menerima laporan Panglima TNI tentang penolakan TNI atas penunjukan Johny Lumintang sebagai Wakil Panglima TNI, 23 Juli 2001 pukul 01:10, Gus Dur, melalui juru bicaranya, Yahya Staquf, mengumumkan "Maklumat Presiden Republik Indonesia" kepada seluruh rakyat Indonesia melalui media massa.
Maklumat itu berisi tiga poin. Pertama, membekukan MPR dan DPR. Kedua, mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat dan mengambil tindakan serta menyusun badan yang diperlukan untuk menyelenggarakan pemilihan umum dalam waktu satu tahun.
Baca Juga: Sejarah Kohanudnas: Bubar Era Jokowi, Muncul Kembali Masa Presiden Prabowo
Ketiga, menyelamatkan gerakan reformasi total dari hambatan unsur-unsur Orde Baru dengan membekukan Partai Golkar sambil menunggu keputusan Mahkamah Agung.