Habis Rp 6 Miliar? Ini 5 Blunder Fatal Film Merah Putih One For All yang Bikin Dihujat

Tasmalinda Suara.Com
Sabtu, 09 Agustus 2025 | 22:06 WIB
Habis Rp 6 Miliar? Ini 5 Blunder Fatal Film Merah Putih One For All yang Bikin Dihujat
Film Kartun Merah Putih One For All. [Youtube]

Suara.com - Sebuah film superhero bisa menjadi kebanggaan, atau bisa juga menjadi bahan lelucon.

Sayangnya, film Merah Putih One for All jatuh ke kategori kedua. Disebut digelontori budget fantastis Rp 6 miliar, karya dari JAVAX FIlms ini justru panen hujatan dan sindiran pedas dari warganet.

Alih-alih menjadi fenomena, film ini malah viral karena kualitasnya yang dianggap jauh dari ekspektasi.

Lantas, apa saja 'blunder fatal' utama film ini di mata publik yang membuatnya dicap sebagai "kegagalan mahal"?

Berikut adalah 5 poin utamanya.

1. Ambisi Fantastis dengan Budget Rp 6 Miliar

Semua hujatan ini bermula dari ekspektasi. Sutradara M. Ainun Ridho dan timnya mengumumkan bahwa film ini dibuat dengan anggaran Rp 6 Miliar.

Angka ini sontak menaikkan standar di benak penonton. Mereka berharap akan disuguhi sebuah tontonan dengan kualitas visual dan cerita yang sepadan dengan biayanya.

Ambisi untuk menciptakan jagat sinema superhero baru yang orisinal patut diacungi jempol, namun sayangnya, budget besar inilah yang menjadi bumerang paling tajam.

Baca Juga: Budget Film Merah Putih One For All Capai Rp 6 Miliar, Hasilnya Kena Nyinyir: Movie of The Year?

2. Kualitas CGI yang Dianggap 'Setara Sinetron Naga'

Ini adalah "dosa" terbesar dan paling banyak disorot. Alih-alih mendapatkan efek visual yang memukau, penonton merasa disuguhi CGI yang kaku, "burik", dan ketinggalan zaman.

Banyak yang tanpa ampun membandingkannya dengan kualitas efek visual sinetron-sinetron laga fantasi (atau "sinetron naga-nagaan") yang populer di televisi pada era 2000-an.

Bagi sebuah film layar lebar dengan budget miliaran di tahun 2025, kualitas CGI seperti ini dianggap tidak bisa dimaafkan.

3. Dialog 'Cringe' dan Akting yang Kaku

Masalah film ini tidak hanya terletak pada visual. Banyak penonton yang mengeluhkan kualitas naskah dan dialognya.

Kalimat-kalimat yang diucapkan para karakter dinilai tidak natural, terdengar "cringe" (membuat geli), dan seringkali terlalu berusaha terdengar keren namun gagal.

Akting para pemainnya pun dianggap kaku, seolah mereka kesulitan untuk menghidupkan dialog yang memang sudah terasa aneh sejak awal.

4. Lahirnya Julukan Sarkastik 'Movie of the Year'

Sebagai puncak dari semua kritikan, lahirlah sebuah julukan yang abadi di dunia maya yakni "Movie of the Year".

Julukan ini tentu saja bukan pujian, melainkan sebuah bentuk sarkasme tertinggi dari warganet.

Setiap kali ada pembahasan mengenai film ini di media sosial, kolom komentar pasti akan dipenuhi dengan frasa tersebut. Ini adalah cara netizen untuk secara kolektif menyatakan bahwa film ini adalah sebuah kegagalan monumental.

5. Pembelaan Sutradara: "Tolong Adil, Kami Studio Baru"

Di tengah badai kritik, sang sutradara akhirnya buka suara.

Ia memohon agar publik bisa lebih adil dalam menilai, dengan alasan bahwa JAVAX FIlms adalah studio baru yang sedang mencoba peruntungan di genre superhero yang sangat sulit.

Ia mengakui bahwa kualitasnya mungkin belum maksimal, namun ia menegaskan bahwa timnya sudah berusaha sekuat tenaga.

Sayangnya, di mata penonton yang sudah membayar tiket, alasan "studio baru" seringkali tidak cukup untuk memaklumi kualitas produk akhir yang dianggap mengecewakan.

Melihat 5 poin di atas, apakah menurutmu hujatan netizen sudah setimpal dengan kualitas filmnya?

Atau haruskah kita memberi dukungan lebih pada sineas baru yang berani mencoba?

Yuk, bagikan pendapatmu!

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI