Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kini memfokuskan penyelidikan kasus dugaan korupsi penyelenggaraan haji dengan membidik dua hal, melacak 'aktor intelektual' dan menelusuri aliran dana yang berpotensi merugikan negara lebih dari Rp 1 triliun.
Meski begitu, setelah menaikkan status kasus korupsi haji ke tahap penyidikan, KPK menegaskan belum akan menetapkan tersangka dalam waktu dekat.
"Nah di sini penyidik akan mendalami terkait dengan perintah-perintah penentuan kuota tersebut dan juga aliran uang tentunya,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (11/8/2025).
KPK mengatakan bakal menelusuri secara detail dugaan aliran dana dari agen-agen travel penyelenggara haji khusus ke pihak-pihak tertentu di lingkar kekuasaan.
“Kita akan lihat apakah ada aliran uang ke pihak-pihak tertentu, jika ada siapa saja pihak-pihak tertentu itu, nah semuanya akan ditelusuri oleh ,” tandas Budi.
Inti dari kasus ini adalah dugaan penyalahgunaan kuota haji tambahan sebanyak 20.000 jemaah yang diberikan Arab Saudi untuk tahun 2024.
Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019, pembagian kuota seharusnya 92 persen untuk haji reguler dan 8 persen untuk haji khusus.
Artinya, dari 20.000 kuota tambahan, seharusnya 18.400 dialokasikan untuk jemaah reguler yang antreannya panjang dan 1.600 untuk haji khusus yang dikelola agen travel.
Namun, yang terjadi adalah penyimpangan fatal.
Baca Juga: Gus Yaqut Resmi Dicekal KPK! Skandal Haji Diduga Rugikan Negara Rp1 Triliun, Status Tersangka?
"Tetapi kemudian, ini tidak sesuai, itu yang menjadi perbuatan melawan hukumnya, itu tidak sesuai aturan itu, tapi dibagi dua. 10.000 untuk reguler, 10.000 lagi untuk kuota khusus," ungkap Plt Deputi Penindakan KPK Asep Guntur Rahayu beberapa waktu lalu.
"Jadi kan berbeda dong, harusnya 92 persen dengan 8 persen, ini menjadi 50 persen, 50 persen. Nah seperti itu, itu menyalahi aturan yang ada.”
Kerugian Tembus Rp 1 Triliun
Penyimpangan alokasi kuota ini tidak hanya memangkas hak jemaah reguler, tetapi juga menciptakan potensi kerugian keuangan negara yang fantastis. Berdasarkan hitungan awal internal KPK, angka kerugiannya sangat signifikan.
"Dalam perkara ini, hitungan awal, dugaan kerugian negaranya lebih dari Rp 1 triliun," kata Budi Prasetyo.
Ia menambahkan bahwa angka ini merupakan hasil diskusi awal dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang akan melakukan audit investigatif lebih lanjut.
"Tentu nanti BPK akan menghitung secara lebih detil lagi," ujar Budi.
Pemeriksaan Intensif Mantan Menag Yaqut Cholil
![Mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas (tengah) usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (7/8/2025). [Suara.com/Alfian Winanto]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/08/07/51600-yaqut-cholil-qoumas-diperiksa-kpk.jpg)
Untuk mendalami kasus ini, KPK telah memeriksa mantan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas, selama lima jam pada Kamis (7/8/2025).
Usai diperiksa, Gus Yaqut mengaku bersyukur bisa memberikan klarifikasi, namun menolak berkomentar lebih jauh mengenai substansi pemeriksaan.
Termasuk soal kemungkinan adanya perintah dari Presiden Joko Widodo terkait pembagian kuota.
"Alhamdulillah saya berterimakasih akhirnya saya mendapatkan kesempatan, mendapatkan kesempatan untuk mengklarifikasi segala hal, terutama yang terkait dengan pembagian kuota tambahan pada proses haji tahun 2024 yang lalu," kata Gus Yaqut.
"Terkait dengan materi saya tidak akan menyampaikan ya mohon maaf kawan-kawan wartawan."