Suara.com - Pagi itu, Minggu 19 Agustus 1995. Dunia tinju sedang bersiap menyaksikan kembalinya Mike Tyson, yang baru bebas dari penjara, melawan Peter McNeeley.
Di Makassar, masyarakat antusias menonton laga yang paling ditunggu tahun itu.
Di sebuah rumah di Jalan Karunrung, Kota Makassar, satu keluarga sedang berkumpul.
Mereka terpaku pada aksi "Si Leher Beton" di layar TV tabung di sebuah ruangan.
Mereka tak sadar dengan kehadiran Rusli, pemuda 19 tahun yang akrab disapa Daeng Ulli.
Ulli menyusup masuk ke rumah itu lewat pintu belakang sambil memegang kapak. Di pintu lain, lima orang sudah menunggu.
Ulli mendapat pesan dari seseorang untuk menghabisi nyawa pemilik rumah itu, Ahmadi.
"Waktu itu ada yang order jasa saya. Dia bilang ada masalah sama Ahmadi. Bayarannya Rp10 juta. Tahun itu nilainya besar sekali, setara ratusan juta sekarang," kenang Ulli dikutip dari youtube Tribun Timur.
Namun, uang itu tak pernah ia terima hingga kini. Ulli bilang 'dipattolo-tolo' atau ditipu. Sang otak pembunuhan malah lari ke Jakarta.
Baca Juga: Fakta-Fakta Pembunuhan Tiwi BPS Haltim, Disekap hingga Dilecehkan
"Setelah saya membunuh dan sampai sekarang bebas, saya tidak pernah bertemu dengan orang yang order itu. Saya tahunya orang itu lari ke Jakarta. Makanya saya sampai kejar ke Jakarta, tapi ditangkap," terangnya.
Apa Motif Pembunuhan Tersebut?
Menurut pengakuannya, waktu serangan sudah ia rencanakan bersama pelaku lain. Pukul 10.00 wita pagi, ia tahu orang-orang akan terpaku pada laga Mike Tyson.
"Dulu kan Tyson sangat terkenal. Jadi di pikiran saya orang akan sibuk nonton di jam itu. Saya diam-diam masuk ke rumahnya ambil kesempatan," katanya.
Awalnya, Ulli mengaku targetnya hanya Ahmadi. Namun, ketika ia dan komplotannya berhasil menyusup, mereka melihat seluruh keluarga korban berada dalam satu ruangan.
Ada tujuh orang di rumah itu. Selain Ahmadi, ada istrinya Syamsiah, empat orang anaknya dan seorang pembantu.