Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membongkar skandal korupsi kuota haji era Presiden Joko Widodo. Setelah menaikkan status kasus ke penyidikan dan mencekal mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, tim penyidik menggeledah dua lokasi strategis, termasuk Kantor Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Ditjen PHU) Kemenag.
Tak hanya mengobok-obok kantor kementerian, KPK juga menggeledah sebuah rumah milik pihak terkait di Depok, Jawa Barat, dan langsung menyita satu unit mobil beserta aset lainnya.
"KPK melakukan penggeledahan di dua lokasi. Pertama, rumah pihak terkait yang berlokasi di Depok, dan diamankan satu unit kendaraan roda empat serta beberapa aset,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo kepada wartawan, Rabu (13/8/2025).
Gus Yaqut dan Stafsus Resmi Dicekal
Langkah penggeledahan ini dilakukan hanya sehari setelah KPK secara resmi memberlakukan larangan bepergian ke luar negeri terhadap tiga orang kunci dalam kasus ini. Mereka adalah:
- Yaqut Cholil Qoumas (YCQ): Mantan Menteri Agama.
- Ishfah Abidal Aziz (IAA): Mantan Staf Khusus Menteri Agama.
- FHM: Seorang pihak swasta.
"Keputusan ini berlaku untuk enam bulan ke depan," tegas Budi.
Pencekalan ini dilakukan untuk memastikan ketiganya tidak kabur dan selalu siap sedia saat keterangannya dibutuhkan oleh penyidik.
Kerugian Negara Tembus Rp 1 Triliun
Penggeledahan dan pencekalan ini menjadi bukti keseriusan KPK dalam mengusut skandal yang diduga merugikan negara dengan nilai yang sangat fantastis.
Baca Juga: KPK Ungkap Kasus Dugaan Korupsi Bupati Pati Sudewo, Warganet: Kok Baru Sekarang?
“Dalam perkara ini, hitungan awal, dugaan kerugian negaranya lebih dari Rp 1 triliun," ungkap Budi Prasetyo pada Senin (11/8/2025).
Angka ini merupakan perhitungan awal internal KPK dan akan didalami lebih lanjut bersama Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk mendapatkan hasil audit yang final.
Kasus ini resmi naik ke tahap penyidikan setelah KPK memeriksa Gus Yaqut selama lima jam pada pekan lalu. Pangkal masalahnya adalah dugaan perampasan jatah kuota haji reguler.
KPK membeberkan, dari 20.000 kuota haji tambahan yang diberikan Raja Arab Saudi, pembagiannya seharusnya mengikuti aturan UU, yakni 92 persen untuk haji reguler (18.400 jemaah) dan 8 persen untuk haji khusus (1.600 jemaah).
Namun, kebijakan yang diambil Kemenag di era tersebut justru melanggar aturan secara terang-terangan dengan membaginya rata 50:50, yakni 10.000 untuk reguler dan 10.000 untuk khusus. Langkah ini secara efektif telah merampas hak ribuan jemaah haji reguler yang sudah puluhan tahun menanti.