"Bahkan ada sikap arogan yang memancing kemarahan, memancing kekecewaan publik di Pati," ungkap Herman.
Sikap inilah yang mengubah persoalan kebijakan menjadi krisis kepercayaan terhadap pemimpin.
Power dan Arogansi Pejabat Publik
Kasus Pati adalah studi kasus nyata tentang bagaimana kekuasaan (power) yang dimiliki seorang pejabat dapat disalahgunakan ketika tidak diimbangi dengan empati dan kebijaksanaan.
Kewenangan untuk membuat regulasi dan kebijakan adalah alat untuk menyejahterakan masyarakat, bukan untuk membebani mereka.
Ketika seorang kepala daerah merumuskan kebijakan yang vital seperti pajak tanpa 'melihat' kondisi riil warganya, ia tidak lagi berfungsi sebagai pelayan publik, melainkan penguasa yang terasing dari realitas.
Arogansi untuk merasa paling tahu dan mengabaikan suara-suara penolakan adalah jalan pintas menuju delegitimasi kepemimpinan.
Pelajaran Genting bagi Kepala Daerah Lain
Insiden di Pati harus menjadi alarm keras bagi seluruh kepala daerah di Indonesia.
Baca Juga: Mobil Polisi Dibakar saat Demo Pati, Kapolri Perintahkan Anak Buah Usut Pelakunya!
Pelajaran utamanya adalah: jangan pernah menantang rakyat.
Transparansi, komunikasi, dan pelibatan publik bukanlah jargon politik, melainkan syarat mutlak untuk menjaga stabilitas dan keberlangsungan pembangunan di daerah.
Sebelum palu kebijakan diketuk, simulasi dampak sosial-ekonomi dan dialog yang tulus dengan kelompok masyarakat terdampak wajib dilakukan.
Persoalan di Pati menjadi sangat genting bukan hanya karena nominal pajak yang mencekik.
Jika Sudewo tetap bertahan di posisinya tanpa perubahan fundamental dalam gaya kepemimpinannya, krisis kepercayaan ini akan menjadi bom waktu.
Masyarakat akan terus hidup dalam bayang-bayang kekhawatiran bahwa kebijakan lain yang menyulitkan bisa saja terbit sewaktu-waktu.