Suara.com - Panggung politik Kabupaten Pati memanas. Kurang dari setahun setelah dilantik pada awal 2025, kursi Bupati Sudewo kini berada di ujung tanduk.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Pati secara resmi telah menyetujui penggunaan hak angket dan membentuk Panitia Khusus (Pansus), sebuah langkah krusial yang dapat berujung pada pemakzulan.
DPRD Pati membentuk Pansus Hak Angket Pemakzulan Bupati Sudewo, menandai babak baru konflik politik usai gelombang protes warga.
Langkah ini bukan sekadar manuver politik biasa.
Ini adalah puncak dari eskalasi ketegangan antara eksekutif dan legislatif, yang kini memasuki babak pertarungan terbuka.
Peta Kekuatan: PDIP Sebagai Motor Oposisi vs Koalisi Gemuk Sudewo
Untuk memahami potensi keberhasilan hak angket ini, kita perlu membedah peta kekuatan politik di DPRD Pati.
Kubu Oposisi dimotori oleh PDI Perjuangan (PDIP) yang merupakan partai dengan perolehan kursi terbanyak di parlemen lokal.
Sebagai kekuatan oposisi utama, PDIP memiliki daya gedor politik yang signifikan untuk menginisiasi dan mengawal proses hak angket hingga tuntas.
Baca Juga: Selain Pati, Sederet Daerah Ini Juga Jadi Korban Kenaikan PBB
Kubu Pemerintah, Bupati Sudewo, seorang kader Partai Gerindra, tidak berdiri sendiri.
Ia didukung oleh koalisi 7 partai politik. Tiga di antaranya Nasdem, Golkar, dan PKB memiliki jumlah kursi yang cukup berpengaruh di DPRD.
Secara matematis, kekuatan ini terlihat cukup berimbang.
Namun, hak angket bukan sekadar permainan angka, melainkan juga pertarungan narasi, lobi politik, dan soliditas koalisi.
![Massa yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Pati Bersatu berunjuk rasa di depan Kantor Bupati Pati, Kabupaten Pati, Jawa Tengah, Rabu (13/8/2025). Mereka menuntut Bupati Pati Sudewo agar mundur dari jabatannya karena dinilai arogan dan sejumlah kebijakannya tidak pro ke masyarakat. [ANTARA FOTO/Aji Styawan].](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/08/14/24031-demo-di-pati-demo-pati-demo-sudewo.jpg)
Analisis & Prediksi: Jalan Terjal Menuju Pemakzulan
Meskipun PDIP berhasil menggolkan hak angket, jalan untuk benar-benar memakzulkan Bupati Sudewo masih sangat terjal dan penuh liku. Berikut prediksinya:
Dominasi Awal Oposisi: Dengan kursi terbanyak, PDIP jelas akan mendominasi komposisi dan arah kerja Pansus Hak Angket.
Mereka akan leluasa memanggil saksi, mengumpulkan bukti, dan membangun narasi pelanggaran yang dilakukan oleh bupati.
Ujian Soliditas Koalisi Sudewo: Ini akan menjadi ujian sesungguhnya bagi koalisi pendukung pemerintah.
Lobi-lobi politik akan berjalan intensif.
Jika PDIP berhasil 'menggoyang' satu atau dua partai dari koalisi Sudewo, maka posisi bupati akan semakin lemah.
Sebaliknya, jika koalisi tetap solid, mereka bisa menjadi tembok pertahanan yang sulit ditembus di rapat paripurna selanjutnya.
Bukan Sekadar Voting: Perlu diingat, pemakzulan kepala daerah tidak berhenti di DPRD.
Jika paripurna DPRD menyetujui usulan pemberhentian, prosesnya akan berlanjut ke Mahkamah Agung (MA) untuk diuji secara yuridis.
MA akan memutuskan apakah bupati terbukti melanggar hukum, seperti sumpah/janji jabatan atau peraturan perundang-undangan.
Kesimpulan Prediksi: Sulit, tapi Bukan Mustahil.
Peluang pemakzulan tetap terbuka jika Pansus berhasil menemukan bukti pelanggaran yang tak terbantahkan dan soliditas koalisi pendukung Sudewo retak di tengah jalan.
Namun, jika ini hanya manuver politik tanpa dasar hukum yang kuat, langkah ini akan berhenti di level DPRD atau dimentahkan oleh MA.
Suara Publik Terbelah: Antara Harapan Perbaikan dan Kekhawatiran Stabilitas
Gelombang pelengseran ini mendapat reaksi beragam dari masyarakat dan aktivis di Pati.
Menurut Ahmad Fauzi, seorang aktivis dari Gerakan Masyarakat Pati Peduli, langkah DPRD sudah tepat.
"Ini bukan tentang suka atau tidak suka, tapi tentang akuntabilitas. Hak angket adalah mekanisme konstitusional untuk mengawasi kekuasaan. Jika ada dugaan pelanggaran serius yang memicu protes warga, maka sudah sewajarnya DPRD bertindak," ujarnya.
Namun, pandangan berbeda datang dari warga biasa. Siti Rohmah, seorang pelaku UMKM di Pati, menyayangkan kegaduhan politik ini.
"Bupati kan baru saja menjabat, seharusnya diberi waktu dulu untuk bekerja dan merealisasikan programnya. Kalau terus-terusan ribut politik, yang jadi korban ya kami, rakyat kecil. Pembangunan jadi terhambat, stabilitas terganggu," keluhnya.
Pati kini berada di persimpangan jalan. Pertarungan politik elite di gedung dewan akan menentukan arah kepemimpinan dan stabilitas daerah untuk beberapa tahun ke depan.
Publik hanya bisa berharap bahwa apa pun hasilnya, kepentingan masyarakat Pati tetap menjadi prioritas utama.