Setya Novanto Hirup Udara Bebas: Preseden Buruk Bagi Pemberantasan Korupsi di Indonesia

Senin, 18 Agustus 2025 | 19:29 WIB
Setya Novanto Hirup Udara Bebas: Preseden Buruk Bagi Pemberantasan Korupsi di Indonesia
Terpidana kasus e-KTP Setya Novanto mendapat pembebasan bersyarat saat HUT ke-80 RI. Meski begitu, pembebasan tersebut mendapat kritik tajam, dari pegiat antikorupsi. [Suara.com/Arya Manggala]

Suara.com - Pembebasan bersyarat Setya Novanto, koruptor kasus e-KTP yang merugikan negara Rp2,3 triliun, menjadi preseden buruk.

Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai bahwa hal tersebut merupakan bentuk kemunduran serius dalam pemberantasan korupsi, sekaligus bukti pemerintah tidak serius memberikan efek jera.

Pemberian bebas bersyarat dan berkurangnya masa pencabutan hak politik koruptor, Setya Novanto, menjadi pukulan telak terhadap upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.

Kebijakan ini dinilai menunjukkan inkonsistensi negara dalam menghadirkan efek jera bagi para pelaku kejahatan luar biasa.

Mantan Ketua DPR RI tersebut bisa kembali menghirup udara bebas setelah mendapat pembebasan bersyarat.

Dengan diberikannya keringanan kepada Setya Novanto menunjukkan sikap negara yang tidak pernah serius memberikan efek jera kepada koruptor.

Hal ini memicu reaksi keras, salah satunya dari Indonesia Corruption Watch (ICW).

"Akibat dari putusan Mahkamah Agung yang mengabulkan PK SN (Setya Novanto) dengan mengkorting pidana penjara dan pengurangan masa pencabutan hak politik, menunjukkan bahwa pemerintah tidak serius dalam memberikan efek jera bagi pelaku korupsi," kata peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Yassar Aulia saat dihubungi Suara.com, Senin (18/8/2025).

Dalam kasus korupsi e-KTP, Setya Novanto divonis bersalah karena mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 2,3 triliun.

Baca Juga: Kontroversi di Balik Jeruji: John Kei, Ronald Tannur, dan Shane Lukas Terima Remisi Kemerdekaan

Politisi Golkar tersebut kemudian dijatuhi hukuman penjara 15 tahun. Selain itu, hak politiknya dicabut selama 5 tahun.

Namun, melalui putusan peninjauan kembali (PK), Mahkamah Agung (MA) mengurangi hukumannya menjadi 12 tahun 6 bulan.

Putusan ini juga memangkas masa pencabutan hak politiknya menjadi 2 tahun 6 bulan.

Pengurangan hukuman inilah yang menjadi dasar pemberian pembebasan bersyarat bagi Novanto.

Pengurangan pencabutan hak politik pun semakin disayangkan ICW.

"Pemberian efek jera melalui pidana badan dan pidana tambahan berupa pencabutan hak politik masih sangat diperlukan di saat RUU Perampasan Aset juga masih mangkrak oleh pemerintah dan DPR," kata Yassar.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI