Sidang PK Jadi Ajang 'Perburuan' Silfester Matutina, Roy Suryo Cs Tantang Jaksa Eksekusi di Tempat!

Selasa, 19 Agustus 2025 | 12:30 WIB
Sidang PK Jadi Ajang 'Perburuan' Silfester Matutina, Roy Suryo Cs Tantang Jaksa Eksekusi di Tempat!
Pengacara Silfester Matutina di Polda Metro Jaya. (Suara.com/Faqih)

Suara.com - Sidang Peninjauan Kembali atau PK terpidana kasus fitnah, Silfester Matutina, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Rabu, 20 Agustus 2025 besok dinilai menjadi momentum bagi jaksa untuk melakukan eksekusi.

Tim Advokasi Antikriminalisasi Akademisi dan Aktivis mendesak sekaligus menantang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan untuk menegakkan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap sejak 2019 tersebut.

Anggota tim advokasi, Abdul Gafur Sangadji, menyatakan kehadiran Silfester dalam sidang PK adalah sebuah kepastian hukum yang harus dimanfaatkan oleh Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.

"Saya kira ini momentum yang sangat baik kepada pihak Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan untuk dalam tanda petik memburu saudara Silfester karena besok ini pasti beliau hadir," kata Gafur di Polda Metro Jaya, Jakarta, Selasa (19/8/2025).

Menurutnya, kehadiran Silfestar selaku pemohon PK, wajib berdasarkan Pasal 265 KUHAP Ayat 2 dan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 1 Tahun 2012.

"Kalau besok tidak hadir, berarti permohonan PK-nya tidak akan ditindaklanjuti oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan," tegasnya.

Tak Kunjung Dieksekusi

Silfester merupakan relawan Jokowi sekaligus Ketua Umum Solidaritas Merah Putih (Solmet).

Ia telah divonis 1,5 tahun penjara oleh Mahkamah Agung pada tahun 2019 dalam kasus fitnah terhadap mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla.

Baca Juga: Sentilan Pedas Pengacara Roy Suryo: Era Jokowi Kalah Tegas dari SBY Soal Buronan?

Namun, hingga kini, eksekusi terhadap vonis tersebut belum juga dilaksanakan.

Kubu Roy Suryo CS yang diwakili Gafur telah mengirimkan surat desakan kepada Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan serta tiga pucuk surat kepada pejabat Kejaksaan Agung, termasuk Jaksa Agung ST Burhanuddin, sebelum peringatan hari kemerdekaan.

Gafur menepis argumen bahwa proses PK dapat menunda eksekusi. Ia menyebut dalih tersebut sebagai argumentasi yang melanggar hukum dan cacat yuridis.

"Berdasarkan pasal 268B, permohonan PK tidak menunda proses eksekusi, tidak meniadakan proses eksekusi," jelasnya.

Ia menambahkan, praktik yang lazim adalah terpidana mengajukan PK dari dalam lembaga pemasyarakatan.

"Kalau ini orang mengajukan PK di luar, ini praktik sistem peradilan pidana seperti apa? Kami mempertanyakan integritas dari kejaksaan," ujarnya.

Muruah dan Moralitas Dipertaruhkan

Gafur juga menilai persoalan ini bukan lagi sekadar aspek yuridis, melainkan menyangkut maruah dan moralitas aparat penegak hukum.

Apalagi, kata dia, Kejaksaan Agung RI juga telah menyampaikan bahwa surat perintah eksekusi atau P48 untuk Silfester sudah diterbitkan oleh Kajari Jakarta Selatan sejak tahun 2019.

"Jadi tidak perlu lagi jaksa menunggu P48 baru, karena P48-nya sudah ada. Jadi besok ini, mohon kepada Pak Jaksa Agung, kepada Pak Jamwas, kepada Pak Jambin, segera perintahkan Kajari Jakarta Selatan untuk melakukan penangkapan di lokasi Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terhadap saudara Silfester," desaknya.

Gafur lantas membandingkan kasus ini dengan prestasi Kejaksaan Agung RI yang diapresiasi publik karena berhasil membongkar kasus-kasus korupsi besar.

Menurutnya, citra Kejaksaan akan tercoreng jika tidak mampu mengeksekusi seorang terpidana yang kasusnya telah inkrah.

"Besok ini, kejaksaan jangan kalah dari saudara Silfester. Tegakkan hukum meskipun dunia harus runtuh," pungkasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI