Suara.com - Penegakan hukum di era Presiden Joko Widodo atau Jokowi mendapat sindiran menohok. Lambatnya eksekusi terhadap Ketua Umum Solidaritas Merah Putih (Solmet) Silfester Matutina, yang putusannya sudah inkrah sejak 2019, dibanding-bandingkan dengan ketegasan era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang sampai mengirim pesawat khusus untuk menjemput buronan Nazaruddin di Kolombia.
Sindiran keras ini dilontarkan oleh Tim Advokasi Antikriminalisasi Akademisi dan Aktivis, yang mempertanyakan mengapa Silfester masih bisa bebas berkeliaran hingga hari ini.
Kuasa hukum Roy Suryo, Abdul Gafur Sangaji, yang menjadi bagian dari tim advokasi, secara blak-blakan menyentil penegakan hukum di era Jokowi yang dinilainya tebang pilih. Ia membandingkannya langsung dengan era SBY.
"Kita pernah ingat bagaimana seorang Nazarudin dicari sampai ketemu di Kolombia," ujar Gafur di Kejaksaan Agung, Jumat (15/8/2025).
"Nah Silfester kan masih berkeliaran di mana-mana,” ucapnya.
Gafur mengingatkan kembali momen fenomenal saat SBY menunjukkan ketegasannya, bahkan terhadap kader partainya sendiri. Saat itu, Nazarudin yang merupakan kader Partai Demokrat berhasil diringkus di Kolombia setelah menjadi buronan.
"Presiden SBY memimpin sendiri proses penegakan hukum dan mengirim pesawat khusus untuk menjemput karena dibantu Interpol,” ujar Gafur.
Ketegasan inilah yang menurutnya tidak terlihat dalam penanganan kasus Silfester Matutina, yang notabene adalah ketua umum salah satu organ relawan pendukung Jokowi.
Gafur juga mematahkan tiga alasan klasik yang biasanya menjadi penyebab molornya eksekusi seorang terpidana.
Baca Juga: Tak Ada Kendala! Polisi Blak-blakan Mulai Bidik Tersangka Fitnah Ijazah Palsu Jokowi
- Salinan Putusan Belum Diterima: Menurutnya, salinan putusan dari Mahkamah Agung sudah dikirimkan sejak 19 September 2019.
- Terpidana Meninggal Dunia: Silfester Matutina diketahui masih hidup dan sehat.
- Terpidana Buron: Silfester tidak buron dan masih sering muncul di ruang publik.
Dengan terpatahnya ketiga alasan tersebut, Gafur menegaskan bahwa tanggung jawab kini sepenuhnya ada di tangan Kejaksaan sebagai eksekutor.
“Jadi Mahkamah Agung sudah selesai tugasnya. Lembaga peradilan sudah selesai tugasnya... Sekarang bolanya ada di Kejaksaan,” pungkasnya.