Suara.com - Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni membela keputusan pemberian pembebasan bersyarat kepada terpidana kasus korupsi e-KTP, Setya Novanto.
Menurutnya, selama proses tersebut telah menempuh koridor hukum yang berlaku, maka hal itu tidak menjadi masalah.
Sahroni menanggapi kritik publik yang menyoroti negara seolah kembali memberikan "pengampunan" kepada pelaku rasuah.
Ia menegaskan bahwa pembebasan bersyarat adalah hak narapidana yang diatur dalam undang-undang dan berbeda dengan amnesti atau abolisi.
"Itu kan aturannya sudah ada. Karena aturan sudah ada, sudah dilewati prosesnya bagaimana dan keputusan sudah diambil oleh para pihak penguasanya sesuai koridor hukum, menurut saya fine-fine saja," ujar Sahroni di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (19/8/2025).
Menjawab kritik tajam dari masyarakat, politisi Partai NasDem ini meluruskan persepsi yang ada.
Menurutnya, apa yang diterima Setnov bukanlah pengampunan, melainkan bagian dari proses hukum yang harus dijalani.
"Ya nggak diampuni, kan itu melalui proses," tegasnya.
Sahroni kemudian membedakannya dengan hak prerogatif presiden seperti amnesti dan abolisi.
Baca Juga: Pembebasan Bersyarat Setya Novanto Tuai Kontroversi, KPK Angkat Bicara
Menurutnya, hak tersebut digunakan oleh presiden dengan pertimbangan khusus, salah satunya untuk menghindari kegaduhan di tengah masyarakat.
"Kecuali yang bilang kemarin amnesti dan abolisi, itu kan hak prerogatif nya bapak presiden. Sesuai koridor undang-undang, presiden punya hak untuk itu. Kenapa? Untuk menghindari kegaduhan," jelasnya.
Lebih jauh, Sahroni memberikan peringatan keras agar penegakan hukum tidak dijadikan alat politik untuk menyerang individu atau kelompok tertentu.
Ia berharap ke depan, proses hukum berjalan murni tanpa didasari sentimen suka atau tidak suka.
"Jangan sampai penegak hukum dijadikan alat sama mereka yang mau merusak seseorang secara pribadi dan pada momen yang mungkin diduganya adalah untuk merusak organisasi," katanya.
"Kita harapkan ke depan alat penegakan hukum adalah riil proses penegakan hukum, jangan karena suka nggak suka atau benci pada perorangan atau kelompok akhirnya orang dikenakan dalam sisi politik. Itu nggak baik," katanya menambahkan.
![Terpidana kasus e-KTP Setya Novanto saat menghadiri sidang pengajuan peninjauan kembali (PK) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (28/8).[Suara.com/Arya Manggala]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2019/08/28/96126-setya-novanto.jpg)
Sebelumnya, kabar pembebasan bersyarat ini dikonfirmasi langsung oleh Kepala Kantor Wilayah Ditjen Pemasyarakatan Jawa Barat, Kusnali.
Menurutnya, Setya Novanto secara resmi telah keluar dari penjara, namun statusnya belum sepenuhnya bebas.
"Setya Novanto mendapatkan bebas bersyarat," ujar Kusnali saat dikonfirmasi di Bandung, Minggu (17/8).
Ia menegaskan bahwa kebebasan ini bukanlah akhir dari masa hukuman. Setya Novanto baru akan dinyatakan bebas murni pada tahun 2029 mendatang.
"Saat ini yang bersangkutan dalam masa pembebasan bersyarat, dan wajib lapor sampai April 2029," tambahnya sebagaimana dilansir Antara.
Merespons kabar ini, KPK tak tinggal diam. Lembaga antirasuah itu segera mengingatkan publik bahwa kasus yang menjerat Setya Novanto bukanlah perkara biasa.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menyatakan bahwa korupsi e-KTP adalah salah satu kejahatan paling serius yang pernah terjadi di Indonesia, dengan dampak yang masif dan menyakitkan bagi seluruh lapisan masyarakat.