Sehingga idealnya, kata doktor hukum ini, frasa yang paling tepat untuk kuota haji khusus adalah minimal 8%.
"Kita tahu yang namanya kuota tambahan itu tidak terjadwal, tiba-tiba diberikan, dan dalam waktu yang sangat singkat harus diisi, sehingga sulit pemerintah mengisi mendadak."
"Contohnya tahun 2019 dan tahun 2022 yang dimana kita mendapatkan kuota tambahan. Tetapi karena waktunya sangat mepet, akhirnya tidak dioptimalkan," ujarnya.
Dengan konstruksi kuota haji khusus yang saklek sebesar 8% dan haji reguler 92%, risiko hukum karena ketidakmampuan menyerap kuota sesuai UU menjadi sangat tinggi.
"Beda jika dalam UU, kuota haji khusus frasanya paling sedikit 8%, maka ketika Arab Saudi memberikan kuota tambahan sementara pemerintah tidak siap mengisinya, teman-teman PIHK bisa mengisi dengan haji khusus," katanya.