Suara.com - Calon tunggal Hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Inosentius Samsul, melontarkan sentilan tajam dalam uji kelayakan dan kepatutan di DPR. Ia secara blak-blakan mengkritik pihak-pihak yang kerap menjadikan MK sebagai pelarian setelah kalah dalam lobi-lobi politik di parlemen.
Dia menegaskan bahwa MK bukanlah lembaga alternatif untuk membuat undang-undang, sebuah praktik yang menurutnya sangat berbahaya bagi tatanan negara.
Dalam sesi uji kelayakan di Komisi III DPR RI, Rabu (20/8/2025), Inosentius Samsul mengkritik persepsi keliru yang selama ini berkembang. Menurutnya, ada slogan berbahaya yang kerap ia dengar selama mendampingi anggota dewan.
"Selalu ada pandangan ahli yang mengatakan bahwa kalau nanti tidak selesai di DPR... ya sudah kita lanjut ke MK saja atau kita tunggu di MK," ujar Inosentius.
"Slogan-slogan seperti ini selalu muncul dalam sidang-sidang di MK karena seolah-olah kalau tidak puas di DPR itu semua masalah terus dibawa ke MK," lanjutnya.
Menurutnya, praktik 'lari ke MK' setelah kalah argumen politik di DPR ini berbahaya karena mengaburkan fungsi fundamental masing-masing lembaga.
Inosentius menyampaikan bahwa kewenangan DPR dan pemerintah adalah membuat kebijakan politik hukum. Sementara itu, otoritas MK sangat spesifik, yakni hanya menguji apakah sebuah norma undang-undang bertentangan dengan UUD 1945 atau tidak.
"Padahal otoritas atau kewenangan MK itu pada level yang bisa juga berbeda antara kebijakan-kebijakan politik hukum yang ada di DPR dan pemerintah," tuturnya.
'Orang Dalam' DPR Selama 35 Tahun
Baca Juga: Calon Tunggal Pengganti Arief Hidayat, DPR Akan 'Uji' Calon Hakim MK Ini!
Inosentius memiliki rekam jejak sebagai 'orang dalam DPR'. Ia bukanlah orang baru di lingkungan Senayan. Sebelum menjadi calon tunggal hakim MK, ia telah bekerja selama 35 tahun di DPR RI, dengan jabatan terakhir sebagai Kepala Badan Keahlian.
"Pendidikan S1, S2 sesuai persyaratan di bidang hukum. Lalu kemudian bekerja di DPR ini sudah 35 tahun, Pak Ketua," ungkapnya di hadapan para anggota dewan.
Ia mengaku telah bekerja di bawah kepemimpinan sejumlah Ketua DPR dari berbagai era dan partai, mulai dari Wahono (Golkar), Kharis Suhud (ABRI), Marzuki Alie (Demokrat), hingga Puan Maharani (PDIP).
Pengalaman panjang ini membuatnya memahami seluk-beluk proses legislasi dan dinamika politik di parlemen. Masa pensiunnya sempat diperpanjang melalui Keppres yang diteken Presiden Prabowo Subianto, dan kini ia masih menjabat sebagai Perancang Undang-Undang Ahli Utama di DPR.