Janji Audiensi RUU KUHAP Ditagih, Lokataru ke Komisi III DPR: Kapan dan di Mana Suratnya?

Rabu, 20 Agustus 2025 | 22:25 WIB
Janji Audiensi RUU KUHAP Ditagih, Lokataru ke Komisi III DPR: Kapan dan di Mana Suratnya?
Ketua Komisi III DPR Habiburokhman menyatakan bahwa rapat panja Komisi III DPR-Pemerintah dalam pembahasan DIM Revisi KUHAP selesai, Kamis (10/7/2025). [Suara.com/Bagaskara]

Suara.com - Janji Komisi III DPR untuk membuka ruang dialog terkait Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) kini ditagih oleh kelompok masyarakat sipil.

Lokataru Foundation menagih janji Ketua Komisi III DPR, Habiburokhman, yang sebelumnya menyatakan akan menggelar audiensi dengan sejumlah lembaga masyarakat sipil dan negara untuk menjaring masukan terkait Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP).

Berdasarkan informasi internal yang diterima Lokataru dari humas DPR RI, audiensi tersebut seharusnya sudah digelar pada Selasa, 19 Agustus kemarin.

Janji ini diperkuat pernyataan terbaru Habiburokhman yang akan mengundang KPK, Lokataru, Akademisi Gandjar Bondan, Kementerian HAM, Komnas HAM, hingga aliansi badan eksekutif mahasiswa pada Masa Persidangan Tahun Sidang 2025-2026.

Menanggapi hal itu, Direktur Eksekutif Lokataru Foundation, Delpedro Marhaen, menegaskan bahwa hingga saat ini, pihaknya belum menerima undangan resmi apa pun dari Komisi III DPR.

"Kapan dan di mana suratnya?" kata Pedro, sapaan akrab Delpedro, lewat keterangannya kepada Suara.com, Rabu (20/8/2025).

Audiensi Terbuka dan Inklusif

Lokataru menyayangkan sikap Komisi III DPR, terlebih karena mereka bersama 35 organisasi masyarakat sipil dan individu lain dari 20 kota di Indonesia—meliputi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara (NTT dan NTB), serta Bali—telah proaktif melayangkan surat resmi permohonan audiensi.

"Surat kami menegaskan bahwa audiensi harus dilakukan secara terbuka dan inklusif dengan melibatkan seluruh jaringan organisasi masyarakat sipil dan elemen mahasiswa yang menandatangani permohonan. Tanpa itu, audiensi tidak dapat disebut sebagai ruang partisipasi publik yang sahih," kata Pedro.

Baca Juga: Sikap Tegas soal KUHAP Baru, Siap Undang KPK hingga Mahasiswa, DPR : Lebih Baik Batal!

Bagi Lokataru, pembahasan RUU KUHAP tidak boleh steril dan harus melibatkan kelompok-kelompok masyarakat yang paling rentan dan terdampak langsung oleh praktik penegakan hukum yang bermasalah.

Hal tersebut mencakup korban salah tangkap, korban penggunaan upaya paksa yang tidak sah, korban penggeledahan dan penangkapan sewenang-wenang, hingga masyarakat yang mengalami praktik kriminalisasi.

"Kehadiran kelompok terdampak merupakan syarat penting agar penyusunan RUU KUHAP tidak hanya mencerminkan kepentingan kelembagaan negara, melainkan juga merefleksikan pengalaman nyata warga negara sebagai subjek hukum," ujar Pedro.

Pedro mengingatkan bahwa Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) maupun audiensi tidak boleh dilaksanakan secara tertutup, terburu-buru, ataupun eksklusif. Partisipasi publik, menurutnya, haruslah bermakna.

"Forum ini harus menjadi ruang bermakna untuk memastikan keterlibatan publik dalam perumusan hukum acara pidana, terutama dalam aspek yang berkaitan erat dengan pemenuhan hak asasi manusia dan prinsip negara hukum demokratis," ujarnya.

Ia juga menekankan bahwa permohonan audiensi ini bukan semata-mata demi kepentingan Lokataru, melainkan untuk kepentingan publik yang jauh lebih luas, karena RUU KUHAP akan menentukan bagaimana hak-hak setiap warga negara diperlakukan dalam proses hukum pidana.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI