Hakim dan Jaksa Minta Maaf di Kuburan Terdakwa, Ternyata Bukan Koruptor

Bernadette Sariyem Suara.Com
Selasa, 26 Agustus 2025 | 19:18 WIB
Hakim dan Jaksa Minta Maaf di Kuburan Terdakwa, Ternyata Bukan Koruptor
Ilustrasi - Para penegak hukum di Jepang meminta maaf di depan makam Shizuo Aishima. Sewaktu hidup, mereka mendakwa Shizuo melakukan korupsi, dan ternyata salah. [Suara.com]

Suara.com - Pemandangan langka dan penuh ironi terjadi di sebuah pemakaman di Yokohama, Jepang.

Di hadapan nisan seorang pengusaha bernama Shizuo Aishima, para pejabat penegak hukum yang pernah dengan gigih menuntutnya, kini berdiri dengan kepala tertunduk.

Mereka membungkuk dalam-dalam dan meletakkan karangan bunga sebagai gestur permintaan maaf, sebuah pengakuan atas kesalahan fatal yang merenggut kehormatan dan sisa hidup Aishima.

Permintaan maaf yang ditujukan kepada jenazah ini menjadi puncak dari kisah tragis salah dakwa yang mengguncang sistem peradilan Jepang.

Aishima, seorang pengusaha mesin industri, telah dituduh secara keliru terlibat dalam kasus korupsi terkait ekspor ilegal.

Tuduhan tersebut menghancurkan reputasinya dan, menurut keluarga, mempercepat kematiannya.

Kronologi Tuduhan dan Kematian di Tengah Perjuangan

Kisah pilu ini bermula pada Maret 2020, ketika Shizuo Aishima dan tiga pejabat dari perusahaannya, Ohkawara Kakohki, ditangkap.

Tuduhan yang dialamatkan kepada mereka sangat serius: melakukan ekspor ilegal pengering semprot (spray dryer), sebuah mesin industri yang dapat mengubah cairan menjadi bubuk.

Baca Juga: Yaqut Makin Terjepit? KPK Periksa Stafsus Ishfah Abidal Aziz di Kasus Korupsi Haji Rp 1 Triliun

Pihak berwenang menuding mesin ini dapat dialihfungsikan untuk tujuan militer, sehingga melanggar regulasi ekspor yang ketat.

Sejak awal, pihak perusahaan bersikukuh bahwa bisnis mereka dan spesifikasi mesin yang diekspor tidak termasuk dalam kategori yang dibatasi. Namun, proses hukum terus berjalan.

Di tengah pertarungan untuk membersihkan namanya, kesehatan Aishima menurun drastis. Ia berjuang melawan kanker lambung yang menggerogoti tubuhnya.

Tragisnya, Aishima tidak pernah sempat melihat namanya dibersihkan. Ia meninggal dunia pada Februari 2021.

Lima bulan setelah kepergiannya, pada Juli 2021, jaksa penuntut akhirnya menarik semua dakwaan, dengan alasan adanya "keraguan" atas kesalahan para terdakwa. Keadilan datang, namun sudah terlambat bagi Aishima.

Permintaan Maaf yang Tak Bisa Menghapus Luka

Pada hari Senin, keluarga Aishima berkumpul di pusaranya untuk menerima permintaan maaf resmi.

Para pejabat datang, membungkuk, dan menyampaikan penyesalan. Namun, bagi sang istri, gestur tersebut tidak cukup untuk menyembuhkan luka yang teramat dalam.

Ia dengan tegas menyatakan tidak bisa memaafkan mereka yang berada di balik tuduhan yang menghancurkan keluarganya.

Jaksa penuntut, Hiroshi Ichikawa, secara terbuka mengakui adanya pelanggaran hak asasi manusia yang serius dalam kasus ini.

Salah satu poin paling krusial adalah penolakan berulang kali terhadap permintaan jaminan untuk Aishima, yang saat itu sangat membutuhkan perawatan medis intensif.

Selama dalam penahanan, Aishima sempat mengajukan delapan kali permintaan jaminan, namun semuanya ditolak mentah-mentah oleh jaksa.

"Kami meminta maaf atas pelanggaran HAM serius yang disebabkan oleh secara ilegal meminta penahanannya dan mengajukan penuntutan. Kami juga meminta maaf merampas peluang Aishima untuk perawatan medis karena menolak permintaan jaminannya," kata jaksa penuntut Hiroshi Ichikawa, Selasa (26/8/2025).

Vonis Hukum dan Kompensasi Finansial

Meskipun Aishima telah tiada, perjuangan hukum terus berlanjut. Perusahaannya menggugat ganti rugi di pengadilan Tokyo pada September 2021.

Hasilnya, pengadilan memutuskan bahwa dakwaan tersebut memang ilegal dan memerintahkan negara untuk membayar kompensasi sebesar 166 juta yen (setara USD 1,12 juta).

Departemen Kepolisian Metropolitan Tokyo dan Kantor Jaksa Penuntut Umum Distrik Tokyo menerima putusan tersebut dan tidak mengajukan banding, yang membuat putusan itu berkekuatan hukum tetap pada 11 Juni lalu.

Mereka juga telah melakukan investigasi internal untuk mencari tahu penyebab terjadinya salah dakwa.

Namun, bagi keluarga, hasil investigasi tersebut masih jauh dari memuaskan. Mereka menilai penyelidikan itu gagal mengungkap akar masalah yang sebenarnya dan hukuman yang direkomendasikan untuk para pejabat yang bertanggung jawab terlalu ringan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI

Ingin dapat update berita terbaru langsung di browser Anda?