Polisi Jadwalkan Pemeriksaan Rektor UNM Hari Ini, Apa Kata Komnas Perempuan?

Muhammad Yunus Suara.Com
Rabu, 27 Agustus 2025 | 13:08 WIB
Polisi Jadwalkan Pemeriksaan Rektor UNM Hari Ini, Apa Kata Komnas Perempuan?
Rektor Universitas Negeri Makassar, Profesor Karta Jayadi dijadwalkan diperiksa Polda Sulsel [Suara.com/unm.ac.id]

Suara.com - Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyampaikan keprihatinan mendalam.

Terkait dugaan kasus kekerasan seksual yang menimpa seorang dosen berinisial QDB di Universitas Negeri Makassar (UNM).

Kasus ini menyeret nama Rektor UNM, Profesor Karta Jayadi sebagai terlapor. Meski hingga kini Komnas Perempuan mengaku belum menerima pengaduan resmi dari korban.

Anggota Komnas Perempuan, Devi Rahayu mengatakan kasus yang melibatkan pimpinan tertinggi sebuah perguruan tinggi mencerminkan persoalan serius soal relasi kuasa di lingkungan akademik.

Relasi kuasa ini dipandang sebagai pintu masuk terjadinya pelecehan seksual.

"Ini menjadikan relasi yang terbangun tidak seimbang. Dalam konteks ini adanya relasi kuasa merupakan unsur penting terjadinya pelecehan," kata Devi, Rabu, 27 Agustus 2025.

Kondisi ini semakin ironis mengingat kampus sejatinya merupakan ruang publik yang seharusnya aman bagi perempuan.

Kata Devi, sangat disayangkan jika benar pelecehan malah terjadi di tempat kerja. Pimpinan yang seharusnya memberikan jaminan rasa aman atas tindakan kekerasan dan perlakuan diskriminasi, malah justru melakukan perbuatan pelecehan.

"Namun, justru ruang yang mestinya memberi perlindungan berubah menjadi tempat rawan kekerasan," tambahnya.

Baca Juga: Mahasiswa Protes Keras Usai Skripsi Dibuang Dosen, Video Ngamuk-Ngamuk Viral

Dalam kasus yang menyangkut perguruan tinggi, Inspektorat Jenderal (Itjen) Kemendikbudristek menjadi pihak yang menangani terkait sanksi yang nantinya diberikan kepada pelaku. Namun, korban juga dapat meminta informasi atas perkembangan kasus yang dia alami.

Sementara itu, jika masuk ranah pidana, proses hukum akan berjalan sesuai UU No 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).

Pada pasal 68 UU TPKS, korban memiliki hak untuk mengetahui seluruh perkembangan proses penanganan, mendapatkan perlindungan, serta pemulihan.

Hak serupa juga ditegaskan dalam UU No 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, di mana korban berhak atas informasi lanjutan perkara, hasil putusan, hingga status pelaku ketika sudah menjalani hukuman.

Di lingkungan perguruan tinggi, Permendikbudristek No 55 Tahun 2024 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Perguruan Tinggi mengamanatkan adanya pembentukan satuan tugas (Satgas) PPKPT di setiap kampus.

Satgas ini diharapkan menjadi garda depan dalam mencegah, menangani, serta memberikan pendampingan dan pemulihan bagi korban.

"Satgas inilah yang tugasnya melakukan tindakan pencegahan dan penanganan kekerasan di kampus," sebutnya.

Namun, Komnas Perempuan menilai keberadaan Satgas masih menghadapi persoalan serius. Permasalahannya adalah satgas secara struktural kelembagaan berada di bawah Rektor sehingga berpotensi menimbulkan konflik kepentingan.

"Secara struktural Satgas berada di bawah rektor. Jika justru pimpinan kampus yang menjadi terlapor, potensi konflik kepentingan sangat besar. Ini berisiko membuat penanganan kasus tidak berjalan maksimal," tegasnya.

Kampus Universitas Negeri Makassar (UNM) di Jalan AP Pettarani Makassar [Suara.com/unm.ac.id]
Kampus Universitas Negeri Makassar (UNM) di Jalan AP Pettarani Makassar [Suara.com/unm.ac.id]

Fenomena Gunung Es

Kata Devi, kasus dugaan pelecehan seksual di UNM hanyalah satu dari sekian banyak peristiwa yang terjadi di lingkungan pendidikan tinggi.

Komnas Perempuan mencatat sepanjang 2021-2024 terdapat 82 laporan kekerasan seksual di perguruan tinggi.

Laporan tersebut datang dari korban, keluarga korban, maupun pendamping. Namun, angka itu diyakini hanya puncak dari fenomena gunung es.

"Rasa takut, relasi kuasa yang timpang, stigma sosial, serta minimnya mekanisme perlindungan sering kali membuat korban memilih untuk diam," katanya.

Bentuk kekerasan seksual yang paling sering dilaporkan di kampus antara lain pelecehan verbal berupa ucapan atau candaan bernada seksual, pelecehan fisik melalui sentuhan tanpa persetujuan.

Hingga pelecehan berbasis digital, seperti penyebaran konten intim tanpa izin atau pesan bernuansa seksual.

"Selain itu, terdapat pula laporan pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan pihak dengan posisi atau kekuasaan lebih tinggi, seperti dosen atau senior organisasi kemahasiswaan," tegas Devi.

Komnas Perempuan menilai, kasus yang menyeret nama Rektor UNM harus menjadi momentum bagi perguruan tinggi untuk melakukan introspeksi mendalam.

Relasi kuasa yang timpang antara pimpinan dan dosen, atau antara dosen dan mahasiswa, dinilai sebagai akar masalah yang harus segera dibongkar.

"Karena jika yang dibangun adalah relasi yang egaliter sesama rekan kerja, tentunya pelecehan tidak akan terjadi. Tetapi selama relasi kuasa yang timpang ini dibiarkan, kampus akan terus menjadi ruang berisiko bagi perempuan," ucapnya.

Polisi Periksa Dosen dan Rektor

Rektor UNM Prof Karta Jayadi akan diperiksa polisi, Rabu, 27 Agustus 2025. Selain itu, QDB juga akan dimintai keterangan.

Diketahui, QDB lebih dulu melaporkan Karta Jayadi ke Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Sulsel serta Inspektorat Jenderal (Itjen) Kemendikbudristek. Laporan itu masuk pada Jumat, 22 Agustus 2025.

Kasubdit 5 Tipidsiber Ditreskrimsus Polda Sulsel, Kompol Bayu Wicaksono membenarkan adanya laporan tersebut.

"Diagendakan pemanggilan hari ini, Rabu," ujar Bayu.

QDB sebelumnya melampirkan sejumlah bukti pada laporan tersebut. Termasuk tangkapan layar percakapan yang diduga terkait dengan dugaan pelecehan tersebut.

Soal ada tidaknya unsur pornografi dalam percakapan itu, Bayu mengatakan kesimpulan baru bisa diketahui setelah pemeriksaan lanjutan. Termasuk dengan melibatkan saksi ahli dan Laboratorium Forensik (Labfor).

"Nantinya akan melibatkan ahli pidana, ahli ITE dan bila perlu juga Labfor," tegasnya.

Sementara itu, Prof Karta Jayadi melaporkan balik QDB atas dugaan pencemaran nama baik. Laporan tersebut diajukan ke Polda Sulsel pada Selasa, 26 Agustus 2025.

Kata Bayu, laporan Karta sedang dalam tahap koordinasi.

"Tapi baik dosen maupun Rektor kami panggil untuk dimintai keterangan," tambah Bayu.

Sebelumnya, QDB mengaku pelecehan tersebut sebenarnya sudah berlangsung sejak tahun 2022 hingga 2024.

Namun, ia tidak berani untuk angkat bicara karena takut dan trauma.

Kata korban, Karta Jayadi kerap mengiriminya video mesum. Bahkan beberapa kali mengajak bertemu di hotel dengan dalih diskusi, tapi ditolak halus oleh korban.

Meski ajakan untuk ketemu di hotel selalu ditolak, dosen perempuan itu mengaku bahwa Karta tetap merayunya lewat pesan singkat agar mau bertemu.

Ia juga masih menerima gambar dan video yang dianggap tidak etis.

Rektor UNM, Profesor Karta Jayadi sendiri sudah membantah tudingan tersebut. Ia justru mengaku korbanlah yang membuatnya tidak nyaman karena sering memanggilnya dengan sebutan "Prof ganteng".

"Setiap dia WA saya, dia selalu menyebut Prof ganteng. Justru ini perbuatan tidak menyenangkan buat saya," kata Karta.

Karta menegaskan dirinya tidak mungkin melakukan perbuatan cabul. Apalagi sampai mengajak korban ke hotel. Ia pun menantang korban untuk membuktikan tuduhannya.

Kontributor : Lorensia Clara Tambing

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI

Ingin dapat update berita terbaru langsung di browser Anda?