Suara.com - Satu suara, dari atas mobil komando yang sesak, kini telah menjelma menjadi gema yang menyatukan jutaan orang di seluruh Indonesia. Kalimat sederhana namun menusuk kalbu, “Negara ini layak untuk dapat pemerintah yang lebih baik!” yang diteriakkan oleh aktivis Ferry Irwandi, kini bukan lagi sekadar bagian dari sebuah orasi.
Ia telah menjadi manifesto tak tertulis, seruan pemersatu, dan jawaban atas pertanyaan besar: apa sebenarnya yang diperjuangkan oleh gelombang protes massa ini? Jawabannya adalah sebuah harapan.
Momen yang Membakar Semangat
Di tengah lautan massa yang energinya campur aduk antara amarah, lelah, dan kebingungan, orasi Ferry Irwandi datang sebagai titik api.
Ia tidak hanya meneriakkan tuntutan, tetapi juga memberikan arah dan moral pada perjuangan. Dengan gaya yang berapi-api namun terstruktur, ia berhasil menyalurkan emosi massa menjadi sebuah kekuatan yang positif dan terfokus.
Momen ini, yang terekam dalam video dan kini telah ditonton jutaan kali, menjadi titik balik, mengubah narasi dari sekadar "protes" menjadi "perjuangan untuk sesuatu yang lebih baik".
Di tengah lautan massa dan riuh suara protes, sebuah orasi dari atas mobil komando kini viral dan menggema di seluruh platform media sosial.
Bukan sekadar teriakan amarah, orasi ini menjadi sebuah pidato strategis yang kuat, memberikan arahan, membakar semangat, dan mendefinisikan ulang siapa musuh sebenarnya dalam perjuangan rakyat.
Dengan kalimat-kalimat tajam yang menusuk, sang orator berhasil menyatukan energi massa ke dalam satu komando yang jelas: target kita adalah mereka yang di atas, bukan sesama kita di samping.
Baca Juga: Soroti Pelaku Pembakaran Fasilitas Umum, Ferry Irwandi: Penjahatnya Bukan Kita, Tapi Mereka!
Dua Tuntutan Mendesak: Bebaskan dan Buka Pintu!
Orasi ini dimulai dengan dua tuntutan paling mendesak yang menjadi suara kolektif para demonstran. Pertama, pembebasan rekan-rekan mereka yang ditahan oleh aparat.
"balikin teman-teman kami, bebaskan teman-teman kami!" teriak sang orator, yang langsung disambut gemuruh massa.
Tuntutan kedua ditujukan langsung kepada para penguasa yang berlindung di dalam gedung kekuasaan. Ini adalah sebuah tantangan terbuka untuk berhenti bersembunyi dan memulai dialog. "yang di dalam sana buka pintunya!"
Komando Persatuan: "Musuh Kita di Atas, Bukan di Samping"
Bagian paling kuat dan viral dari orasi ini adalah pesannya tentang persatuan. Di tengah risiko perpecahan dan adu domba, sang orator memberikan sebuah komando yang sangat jelas untuk menjaga soliditas barisan.
"saling jaga, saling lindungi," pesannya kepada massa.
Ia kemudian melontarkan metafora paling kuat yang menjadi inti dari seluruh pidatonya: "kita tinju ke atas, bukan ke samping, betul?! tinju kita ke atas, bukan ke samping, betul?!"
Ini adalah sebuah instruksi strategis untuk memfokuskan seluruh kemarahan dan perlawanan kepada sistem dan para pemangku kebijakan ("atas"), dan melarang keras adanya konflik horizontal atau gesekan antar sesama rakyat ("samping"). Ini adalah seruan untuk melawan upaya adu domba yang seringkali melemahkan gerakan protes.
Tiga Pilar Orasi Viral.
1. TUNTUTAN: Bebaskan Tahanan & Buka Dialog.
2. STRATEGI: Tinju ke Atas (Sistem), Bukan ke Samping (Sesama Rakyat).
3. TUJUAN: Pemerintahan & Perwakilan yang Lebih Baik. Sumber: Olah Grafis/Tim Redaksi)
"Penjahatnya Bukan Kita, tapi Mereka"
Orasi ini juga berfungsi untuk mempertegas identitas dan moral gerakan. Sang orator dengan berani mendefinisikan ulang siapa "penjahat" yang sesungguhnya dalam krisis ini, sekaligus menjauhkan gerakan dari tuduhan anarkisme.
"negara ini layak untuk dapat pemerintah yang lebih baik... layak untuk dapat perwakilan yang lebih baik," ujarnya, menegaskan bahwa perjuangan mereka adalah untuk kebaikan seluruh bangsa.

Ia kemudian menutupnya dengan kalimat-kalimat yang menusuk yakni "penjahatnya bukan kita, tapi mereka, betul?! yang membakar bukan kita, tapi mereka, betul?!"
Pernyataan ini adalah pukulan telak yang bertujuan mengembalikan narasi, bahwa kerusakan sesungguhnya bukanlah fasilitas yang terbakar, melainkan kepercayaan rakyat yang telah "dibakar" oleh para elite.
Pidato ini ditutup dengan teriakan "Revolusi!" yang menggema, menjadi puncak pembakaran semangat bagi ribuan massa yang hadir.
Bagaimana pendapat Anda tentang pesan "Tinju ke atas, bukan ke samping"?
Apakah ini adalah strategi yang tepat untuk menjaga kemurnian gerakan rakyat? Diskusikan di kolom komentar!