Suara.com - Istri mendiang aktivis HAM Munir Said Thalib, Suciwati, angkat bicara mengenai penangkapan Direktur Lokataru Foundation, Delpedro Marhaen. Menurutnya, penangkapan Delpedro dan sejumlah aktivis lain adalah bentuk pengalihan isu dan bukti bahwa pemerintah takut terhadap kritik.
Suciwati menilai penahanan para aktivis ini menunjukkan ketakutan pemerintah terhadap suara kritis dari masyarakat sipil.
"Kriminalisasi pembela HAM ini kan menunjukkan betapa negara atau pemerintah atau rezim ini sangat ketakutan terhadap kritik masyarakat sipil," kata Suciwati saat menjenguk Delpedro yang ditahan di Polda Metro Jaya, Rabu (10/9/2025).
Ia menduga penangkapan ini sengaja dilakukan untuk mengalihkan perhatian publik dari isu lain.
"Saya juga berpikir penangkapan Delpedro dan kawan-kawan ini bagian pengalihan isu, di mana kita sedang menyorot ada ruang kepolisian yang harus diperbaiki," imbuhnya.
Suciwati juga menyoroti cepatnya proses penangkapan terhadap para aktivis, yang dinilainya berbanding terbalik dengan lambatnya penanganan terhadap provokator kerusuhan yang sebenarnya.
"Kenapa kalau Delpedro dan kawan-kawan cepat sekali sampai langsung di penjara, sementara orang-orang yang memprovokasi kemarin apa kabarnya? Apakah dilakukan secara transparan?" tanyanya.
Ia menegaskan, tindakan ini justru mengingatkannya pada perjuangan suaminya.
"Negara ini seharusnya melindungi aktivis, bukan membungkam. Dulu almarhum Cak Munir sangat konsen terhadap perlindungan pembela HAM. Sekarang malah sebaliknya," tegasnya.
Baca Juga: Aktivis '98: Penangkapan Delpedro adalah 'Teror Negara', Bukan Kami yang Teroris
Atas dasar itu, Suciwati mendesak kepolisian untuk segera membebaskan Delpedro dan aktivis lainnya demi menjaga marwah demokrasi.
Sebagai informasi, Direktur Lokataru Delpedro Marhaen ditangkap oleh Polda Metro Jaya dan dijerat sebagai tersangka atas tuduhan melakukan provokasi saat aksi demonstrasi pada 25 Agustus lalu.
Selain Delpedro, polisi juga menjerat lima tersangka lainnya, yakni Mujaffar, Suafan Husain, Khariq Anhar, RAP, dan FL. Kelimanya diduga merupakan admin dari akun-akun media sosial yang dituding memprovokasi para pelajar untuk turun ke jalan dan melakukan aksi vandalisme.