Koalisi Masyarakat Sipil Desak Penunjukan Menkopolkam Definitif, Ingatkan Perbedaan Fungsi Kemhan

Kamis, 11 September 2025 | 12:02 WIB
Koalisi Masyarakat Sipil Desak Penunjukan Menkopolkam Definitif, Ingatkan Perbedaan Fungsi Kemhan
Menko Polkam Ad Interim Sjafrie Sjamsoeddi memberikan pernyataan pers usai memimpin rapat internal di Kemenko Polkam, Jakarta, Selasa (9/9/2025). [Suara.com/Alfian Winanto]
Baca 10 detik
  • Kursi Kemhan masih dirangkap secara ad interim oleh Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin
  • Kemenkopolkam bersifat koordinatif, sementara Kementerian Pertahanan bersifat operasional
  • Dalam negara demokrasi, akumulasi kewenangan di satu tangan harus dihindari.

Suara.com - Koalisi Masyarakat Sipil mendesak Presiden Prabowo Subianto segera menunjuk pejabat definitif untuk posisi Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menkopolkam).

Hingga kini, kursi tersebut masih dirangkap secara ad interim oleh Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin.

Koalisi menilai perangkapan jabatan Menhan dan Menkopolkam tidak boleh berlangsung terlalu lama. Pasalnya, dua kementerian itu memiliki peran dan fungsi yang berbeda.

Kemenkopolkam bersifat koordinatif, sementara Kementerian Pertahanan bersifat operasional.

“Jika dibiarkan terlalu lama, kondisi ini akan menimbulkan kerumitan dalam tata kelola manajemen politik, keamanan, dan pertahanan negara,” kata Direktur Eksekutif De Jure, Bhatara Ibnu Reza dalam keterangan resminya, Kamis (11/9/2025).

Koalisi menilai, pengelolaan dua kementerian oleh satu orang menteri berpotensi memunculkan penyalahgunaan kewenangan karena adanya akumulasi kekuasaan.

Dalam negara demokrasi, akumulasi kewenangan di satu tangan harus dihindari.

“Diferensiasi fungsi dan tugas kementerian menjadi kunci efektivitas kerja pemerintahan. Jika fungsi itu digabung, risiko absolut power satu orang atau lembaga akan semakin besar,” jelas Bhatara.

Koalisi juga mengingatkan pengalaman masa Orde Baru, ketika jabatan Menteri Pertahanan Keamanan (Menhankam) dirangkap dengan Panglima ABRI. Akumulasi otoritas tersebut melahirkan kebijakan represif yang membatasi kebebasan masyarakat sipil.

Baca Juga: Sjafrie Sjamsoeddin Klaim Akan Menjabat Beberapa Bulan sebagai Menkopolkam

Selain itu, perangkapan jabatan juga disebut berisiko membuka ruang terjadinya sekuritisasi, di mana negara melihat seluruh isu sosial politik sebagai ancaman keamanan nasional. Akibatnya, pendekatan dialog dan partisipasi publik bisa terpinggirkan.

“Dalam konteks kekinian, gejala itu tampak nyata dengan semakin maraknya keterlibatan militer di ruang sipil untuk merespons situasi sosial politik,” katanya.

Lebih jauh, konsentrasi kewenangan keamanan pada satu orang disebut berpotensi menimbulkan persepsi negatif terhadap demokrasi, perbaikan ekonomi, iklim investasi, hingga citra global Indonesia.

“Menkopolkam adalah jabatan strategis yang memiliki alur kekuasaan penggunaan kekuatan alat represif negara. Karena itu, jabatan ini tidak boleh dikelola secara rangkap dalam waktu lama,” pungkasnya.

×
Zoomed

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI