"Kalau kita berdiri di atas kaki kita sendiri harusnya lebih bagus. Dan kita sudah punya pengalaman menghadapi krisis 97, 2001, 2002, 2008, kita bisa tumbuh dengan bagus," katanya.
Kini, setelah menjabat sebagai Menteri Keuangan, Purbaya berada dalam posisi yang sangat berbeda.
Sebagai Menkeu dari negara anggota G20, ia mau tidak mau harus berinteraksi dan bekerja sama dengan lembaga-lembaga multilateral seperti IMF dan Bank Dunia.
Jejak digitalnya yang sangat kritis ini kini menjadi sebuah dilema. Di satu sisi, jejak digital Ini menunjukkan citra seorang pemimpin yang nasionalis, percaya diri, dan tidak mudah didikte oleh asing.
Sementara di sisi lain, pernyataan ini bisa menyulitkan hubungan diplomatik ekonominya di masa depan.
Bagaimana ia akan duduk satu meja dengan para petinggi IMF yang pernah ia sebut "lebih bodoh" darinya?
Publik kini menanti, apakah Purbaya akan mempertahankan sikap "koboy"-nya terhadap IMF, atau ia akan melunakkan nadanya setelah resmi menjadi salah satu bendahara negara paling berpengaruh di dunia.
Bagaimana menurut Anda?
Apakah sikap kritis Purbaya terhadap IMF ini adalah sebuah keberanian yang dibutuhkan, atau justru sebuah arogansi yang bisa merugikan Indonesia?
Baca Juga: Mendadak Menkeu Purbaya Disebut Punya Kecerdasan seperti BJ Habibie Gara-gara Ini
Diskusikan di kolom komentar!