- Dr. Tan gebrak meja DPR, minta hentikan burger Anak Indonesia Harus Makan Kapurung.
- Ahli Gizi Murka di DPR minta MBG hentikan makanan kering.
- Ahli Gizi Dr Tan ritik Pedas Program Gizi Nasional yang Abaikan Pangan Lokal.
Suara.com - Sebuah kritik tajam dan berapi-api dari ahli gizi masyarakat, Dr. dr. Tan Shot Yen, M.Hum, di hadapan para anggota dewan mengguncang ruang rapat Komisi IX DPR RI dan jagat maya.
Dalam sebuah audiensi yang membahas rekomendasi program Makanan Bergizi (MBG), Dr. Tan dengan tegas menyuarakan kegelisahannya terhadap arah program yang dinilai salah kaprah, lebih mengutamakan produk industri ketimbang kekayaan pangan lokal.
Momen tersebut, yang kemudian viral setelah diunggah melalui akun Instagram pribadinya, menunjukkan Dr. Tan tidak menahan diri dalam menyampaikan argumennya.
Ia memulai dengan sebuah seruan yang lugas: menghentikan distribusi makanan kering dan produk olahan ultra (UPF) yang berbasis industri.
"Hentikan distribusi makanan kering yang mengacu pada produk industri!" tegasnya.
Sebagai gantinya, ia mengajukan solusi konkret yang berpihak pada kedaulatan pangan nasional.
"Alokasikan menu lokal sebagai 80 persen isi MBG di seluruh wilayah!" usulnya.
Menurutnya, setiap anak di Indonesia berhak mendapatkan gizi terbaik dari tanah tempat mereka lahir, bukan dari produk impor yang mengasingkan mereka dari budaya kulinernya sendiri.
Dengan nada penuh semangat, Dr. Tan menggambarkan visinya yang ideal. Dia ingin anak-anak di Indonesia makan-makanan khas lokal Indonesia.
Baca Juga: Ratusan Siswa Cipongkor Tumbang Keracunan MBG, Gejala Mual, Sesak Napas, Hingga Kejang-kejang
"Saya pengen anak Papua bisa makan ikan kuah asam. Saya pengen anak Sulawesi bisa makan kapurung!" serunya, menyebut dua hidangan khas yang kaya gizi dan merupakan bagian dari identitas lokal.
Namun, ironi yang terjadi di lapangan justru membuatnya geram. Ia membeberkan sebuah fakta miris yang terjadi di seluruh penjuru negeri.
"Tapi yang terjadi, dari Lhoknga sampai dengan Papua, yang dibagi adalah burger!" ungkapnya dengan nada tak percaya.

Kritiknya terhadap burger bukan tanpa alasan. Ia menyoroti bahwa bahan dasar utama burger adalah tepung terigu, yang berasal dari gandum tanaman yang sama sekali tidak tumbuh di bumi Indonesia.
Ia khawatir program ini justru secara sistematis menjauhkan generasi muda dari pengetahuan tentang pangan asli mereka.
"Tidak ada anak muda yang tahu bahwa gandum tidak tumbuh di bumi Indonesia," lanjutnya.
Dr. Tan juga mengantisipasi argumen bahwa anak-anak mungkin tidak menyukai pangan lokal karena tidak terbiasa.
Ia setuju dengan fakta itu, namun menolak jika ketidaksukaan itu dijadikan alasan untuk menuruti semua permintaan anak.
"Tapi bukan berarti lalu request anak-anak (yang dituruti). Lah kalau request-nya cilok, mati kita!" selorohnya dengan tajam.
Pernyataan tersebut seolah menegaskan bahwa program gizi nasional tidak seharusnya didasarkan pada selera sesaat, melainkan pada pembiasaan pola makan yang sehat dan berkelanjutan berbasis potensi lokal.
Kritiknya menjadi tamparan keras bagi para pemangku kebijakan, sekaligus membuka mata publik tentang pentingnya kedaulatan pangan dalam program gizi anak bangsa.