- Presiden Prabowo Subianto memimpin langsung penyerahan aset rampasan negara dari tambang ilegal senilai Rp7 triliun kepada PT Timah di Bangka Belitung
- Prabowo menyoroti adanya potensi kekayaan negara yang jauh lebih besar dari mineral tanah jarang (monasit) yang ikut disita
- Total kerugian negara akibat aktivitas ilegal dari enam perusahaan tambang di wilayah PT Timah tersebut diperkirakan mencapai angka fantastis, yakni Rp300 triliun
Suara.com - Presiden RI Prabowo Subianto menunjukkan taringnya dalam pemberantasan mafia tambang dengan menyaksikan secara langsung penyerahan aset barang rampasan negara (BRN) dari aktivitas tambang ilegal kepada PT Timah Tbk. Tak tanggung-tanggung, nilai aset yang berhasil diamankan mencapai Rp7 triliun.
Momen penting ini digelar di Smelter PT Tinindo Internusa, Kota Pangkal Pinang, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, pada Senin (6/10/2025). Di hadapan para pejabat dan awak media, Prabowo menegaskan komitmen pemerintah untuk menghentikan praktik lancung yang telah merugikan negara secara masif.
"Pagi hari ini saya ke Bangka Belitung. Tadi, bersama-sama kita menyaksikan penyerahan rampasan negara dari perusahaan-perusahaan swasta yang melaksanakan pelanggaran hukum,” ujar Presiden Prabowo dalam keterangannya usai acara sebagaimana dilansir Antara.
Aset yang diserahkan kembali ke negara ini bukan kaleng-kaleng. Ratusan alat berat, uang tunai dari berbagai mata uang asing, hingga fasilitas smelter yang menjadi pusat operasi para penambang ilegal kini resmi berada di bawah pengelolaan PT Timah Tbk.
Prosesi penyerahan dilakukan secara berjenjang, menunjukkan sinergi antar lembaga negara, mulai dari Jaksa Agung kepada Wakil Menteri Keuangan, yang kemudian diserahkan kepada CEO Danantara, dan akhirnya diterima oleh Direktur Utama PT Timah Tbk.
Skala barang rampasan yang berhasil disita menggambarkan betapa masifnya operasi ilegal tersebut. Di antara aset yang diserahkan terdapat 6 unit smelter, 108 unit alat berat, puluhan bidang tanah seluas ratusan ribu meter persegi, hingga ratusan ton logam timah dan kristal. Selain itu, uang tunai senilai lebih dari Rp202 miliar serta jutaan dolar AS, yen, dan euro juga berhasil disetorkan ke kas negara.

Namun, sorotan utama Prabowo justru tertuju pada potensi harta karun yang belum terhitung nilainya: tanah jarang atau monasit. Menurutnya, nilai aset sitaan bisa jauh lebih besar jika kandungan mineral langka ini dihitung.
"Nilainya dari enam smelter dan barang-barang yang disita mendekati enam sampai tujuh triliun. Tapi, tanah jarang yang belum diurai, mungkin nilainya lebih besar, sangat besar, tanah jarang. Monasit ya, monasit itu satu ton itu bisa ratusan ribu dolar, 200 ribu dolar," ujar Presiden.
Lebih lanjut, Prabowo mengungkap angka kerugian negara yang fantastis akibat aktivitas tambang ilegal di kawasan PT Timah ini, yang ditaksir mencapai Rp300 triliun. Angka ini menjadi justifikasi atas tindakan tegas yang diambil pemerintah.
Baca Juga: Soal Jokowi Temui Prabowo Ngobrol 4 Mata, PAN Beri Respons Begini
“Kita bisa bayangkan kerugian negara dari enam perusahaan ini saja, kerugian negara total Rp300 triliun. Kerugian negara sudah berjalan Rp300 triliun, ini kita berhentikan,” kata Presiden menegaskan.