Bawa 5 Tuntutan saat Aksi Besok, SPI: Tanpa Reforma Agraria, Penghapusan Kemiskinan Hanyalah Mimpi

Dwi Bowo Raharjo Suara.Com
Rabu, 15 Oktober 2025 | 13:24 WIB
Bawa 5 Tuntutan saat Aksi Besok, SPI: Tanpa Reforma Agraria, Penghapusan Kemiskinan Hanyalah Mimpi
Ilustrasi peringatan Hari Pangan Sedunia di depan Istana Merdeka, Jakarta. (Ist)
Baca 10 detik
  • Henry mengatakan petani mampu berproduksi tanpa pupuk dan racun kimia jika diberi dukungan.
  • Dalam momentum Hari Pangan Sedunia, SPI bakal menyuarakan lima tuntutan.
  • Henry juga menyinggung pentingnya mengubah sistem pertanian Indonesia dari revolusi hijau ke agroekologi. 

Suara.com - Menjelang peringatan Hari Pangan Sedunia pada 16 Oktober 2025, Serikat Petani Indonesia (SPI) menegaskan seruan kepada pemerintah untuk segera melaksanakan reforma agraria sejati dan menghentikan ketergantungan impor pangan.

SPI menilai, kedaulatan pangan Indonesia tidak akan tercapai selama tanah-tanah subur masih dikuasai korporasi besar dan proyek skala masif seperti food estate.

Ketua Henry Saragih menyoroti fakta bahwa angka kelaparan Indonesia masih tergolong tinggi, bahkan berada di peringkat 70 dari lebih 120 negara berdasarkan indeks kelaparan global.

“Indonesia meraih skor 14,6. Yang berarti Indonesia berada pada tingkat kelaparan sedang, walaupun tidak parah sekali. Angka ini membuat Indonesia berada di tarap yang cukup tinggi dibandingkan negara ASEAN. Jadi Vietnam itu angkanya 11,1, Filipina 13,4, Thailand 9,7,” ujar Henry saat konferensi pers di kantor DPP SPI, Jakarta, Rabu (15/10/2025).

Henry menilai, kondisi tersebut merupakan dampak dari ketimpangan penguasaan lahan dan ketergantungan pada impor pangan.

Ia menyebut, sebagian besar petani Indonesia hanya menggarap lahan di bawah 0,5 hektare, sementara jutaan hektare tanah produktif justru dikuasai oleh korporasi untuk komoditas ekspor.

“Karena bagaimana kita bisa memproduksi pangan kalau petaninya petani buram? Kalau tanah-tanahnya masih dikuasai perusahaan-perusahaan perkebunan besar untuk tanaman kepentingan ekspor, bukan untuk kepentingan pangan di Indonesia,” tegas Henry.

SPI menilai, pemerintah gagal menjalankan amanat reforma agraria yang menjadi kunci utama kemandirian pangan.

Mereka juga menuntut agar Undang-Undang Cipta Kerja dicabut, karena dinilai memperparah ketimpangan agraria dan membuka ruang liberalisasi pangan.

Baca Juga: SPI: Tanpa Reforma Agraria, Program Prabowo Bisa Jadi 'Beban Negara'

“Karena selama 5 tahun ini kelahiran Undang-Undang Cipta Kerja telah menggusur tanah petani, memperlancar impor pangan ke Indonesia, dan juga membuat lapangan pekerjaan menjadi sulit dan pendidikan dan kesehatan menjadi lebih mahal lagi di Indonesia,” kata Henry.

Selain itu, SPI mendesak agar revisi Undang-Undang Pangan yang sedang dibahas DPR tidak diarahkan untuk mempermudah impor, tetapi justru memperkuat posisi petani sebagai produsen utama pangan nasional.

“Jadi kita khawatir revisi UU Pangan justru menyesuaikan dengan Undang-Undang Cipta Kerja. Itu akan mempermudah impor dan melemahkan peran petani,” kata dia.

Dalam momentum Hari Pangan Sedunia, SPI bakal menyuarakan lima tuntutan utama:

  1. Penyelesaian konflik agraria dan penghentian kriminalisasi petani.
  2. Mengalokasikan tanah yang dikuasai perusahaan perkebunan dan perutanan sebagai tanah objek torak
  3. Revisi Perpres Reforma Agraria No. 62 Tahun 2023
  4. Penguatan koperasi petani dan penolakan impor pangan besar-besaran
  5. Pembentukan Dewan Nasional Reforma Agraria dan Kesejahteraan Petani.

Henry juga menyinggung pentingnya mengubah sistem pertanian Indonesia dari revolusi hijau ke agroekologi. Ia menyebut, petani mampu berproduksi tanpa pupuk dan racun kimia jika diberi dukungan.

“Uang negara jangan dihamburkan untuk membeli pupuk kimia. Kita bisa bertani dengan pupuk organik, dan itu sudah terbukti di lapangan,” jelasnya.

×
Zoomed

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI