PDIP Sindir Pemimpin Fasis dan Zalim Lewat Tokoh Wayang Prabu Boko, Siapa Dimaksud?

Sabtu, 08 November 2025 | 12:12 WIB
PDIP Sindir Pemimpin Fasis dan Zalim Lewat Tokoh Wayang Prabu Boko, Siapa Dimaksud?
PDI Perjuangan saat memperingati Hari Wayang Nasional dengan menghadirkan duet dalang Ki Sri Susilo Tengkleng dan Ki Amar Pradopo Slenk.
Baca 10 detik
  • PDIP mengkritik pemimpin fasis dan zalim lewat penokohan wayang yang diberi nama Prabu Boko.
  • Sindiran telak saat PDIP menggelar pagelaran wayang kulit. 

Suara.com - Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI Perjuangan menggelar pagelaran wayang kulit, bertepatan dengan peringatan Hari Wayang Nasional yang disajikan oleh duet dalang Ki Sri Susilo Tengkleng dan Ki Amar Pradopo Slenk.

Bertempat di Kompleks Masjid At-Taufiq, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Jumat (7/11/2025) malam, pertunjukan wayang menampilkan lakon "Bima Labuh", mengenai pemimpin fasis dan zalim bernama Prabu Boko.

Acara dibuka oleh sambutan dari Ketua DPP PDI Perjuangan, Djarot Saiful Hidayat, yang hadir didampingi Politikus Muda PDIP Guntur Romli. Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto  masih dalam perjalanan usai peletakan batu pertama kantor DPC PDIP di Rote Ndao, NTT.

Djarot mengatakan, acara ini, selain menjadi perayaan Hari Wayang Nasional, sekaligus menjadi penegasan komitmen PDI Perjuangan untuk menjunjung tinggi "kepribadian dalam kebudayaan" sesuai amanat Trisakti Bung Karno.

Serta cara PDIP memegang teguh perjuangan melawan kezaliman dan menegakkan keadilan.

Ia menekankan pentingnya wayang sebagai warisan budaya dan menyoroti statusnya sebagai Warisan Dunia Tak Benda dari UNESCO. Ia mengingatkan bahwa wayang bukan sekadar pertunjukan, tetapi juga sumber pendidikan moral.

"Karena wayang ini bukan hanya tontonan... Wayang ini juga tuntunan," ujar Djarot.

"Wayang ini juga mengandung filsafat, mengandung pendidikan, mengandung keteladanan, yang menggambarkan pertarungan antara yang baik dan yang jahat, yaitu kebatilan dan kebaikan. Dharma melawan Adharma," sambungnya.

Ia menjelaskan relevansi lakon Bima Labuh akan selalu bisa menjadi tuntunan bagi setiap orang. Menurutnya bahwa kisah wayang tersebut menggambarkan Negeri Ekocokro yang dipimpin oleh Prabu Boko, raja yang digambarkan sangat kejam, serakah, dan menindas rakyat.

Baca Juga: Sita 723 Bukti Termasuk Ijazah Jokowi, Kapolda Metro Sebut Analisis Roy Suryo dkk Menyesatkan Publik

Djarot kemudian memberikan peringatan keras mengenai ciri-ciri pemimpin yang fasis dan zalim:

"Ini menggambarkan bahwa seorang pemimpin yang mungkar, yang zalim, yang serakah, yang tamak, akan membuat rakyatnya menderita," tegasnya.

"Mereka-mereka yang melanggar konstitusi. Mereka-mereka yang menghalalkan semua cara supaya kekuasaannya itu tetap langgeng. Itu adalah pemimpin yang zalim. Itu pemimpin yang menipu. Itu pemimpin yang fasis. Kepemimpinan seperti ini harus dilawan," sambungnya.

Lakon "Bima Labuh" berpusat pada kekejaman Prabu Boko dari Ekocokro yang memeras rakyat melalui pajak berat, kebijakan tidak adil, dan bahkan menjadikan rakyat sebagai tumbal demi kekuasaannya. Penderitaan rakyat terhenti ketika muncul Brontoseno atau Bima..

Sosok Bima, satria Pandawa yang dikenal jujur dan berani, menjadi simbol perlawanan terhadap tirani. Bima, yang digambarkan Djarot sebagai sosok yang dikagumi Bung Karno karena "jujur, opo anane, salah ya bilang salah, benar ya bilang benar," datang untuk menegakkan kebenaran.

Pertarungan antara Bima (kebaikan) dan Prabu Boko (kejahatan) berakhir dengan tumbangnya penguasa kejam tersebut, menandai runtuhnya kekuasaan zalim.

×
Zoomed

VIDEO TERKAIT

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI