MK Dinilai Gagal Paham Konstitusi? Larangan Jabatan Sipil Seharusnya untuk TNI, Bukan Polri

Jum'at, 14 November 2025 | 12:53 WIB
MK Dinilai Gagal Paham Konstitusi? Larangan Jabatan Sipil Seharusnya untuk TNI, Bukan Polri
Ilustrasi TNI dan Polri. Akademisi nilai putusan MK keliru, seharusnya yang dilarang menduduki jabatan sipil adalah TNI bukan Polri. [Suara.com]
Baca 10 detik
  • Akademisi menilai putusan MK keliru karena Polri adalah institusi sipil, tidak seperti TNI.
  • MK dianggap gagal memahami konteks reformasi Polri serta tidak konsisten dalam menerapkan aturan hukum.
  • Presiden Prabowo Subianto didesak menerbitkan Perpu untuk izinkan anggota Polri mengisi jabatan sipil strategis.

Suara.com - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang melarang anggota Polri aktif untuk menduduki jabatan sipil menuai kritik tajam.

Akademisi dari Universitas 17 Agustus (Untag) Fernando Emas menyatakan bahwa putusan tersebut tidak tepat sasaran dan seharusnya pembatasan diberlakukan kepada TNI, bukan institusi Polri yang secara fundamental berstatus sipil.

“Seharusnya Mahkamah Konstitusi (MK) dalam memutuskan uji materiil terhadap Undang-undang harus mendalami dan memahami secara menyeluruh bukan hanya sekedar mengikuti arus keinginan masyarakat,” kata Fernando saat dihubungi wartawan, Jumat (14/11/2025).

Fernando menilai MK tidak cermat dalam memahami konteks Undang-Undang Kepolisian, khususnya Pasal 8, serta esensi reformasi Polri pasca 1998.

Ia menyoroti adanya inkonsistensi jika putusan ini dibandingkan dengan sikap MK terhadap Undang-Undang Militer beberapa waktu lalu.

“Mahkamah Konsitusi sepertinya gagal memahami UU Kepolisian pasal 8 dan reformasi yang dilakukan pasca reformasi 1998. Namun berbeda ketika menyikapi UU Militer yang diuji ke MK beberapa waktu lalu.”

Ia menegaskan bahwa independensi MK adalah harga mati. Lembaga peradilan tertinggi ini semestinya tidak terpengaruh oleh opini publik maupun tekanan kelompok tertentu, melainkan harus berpegang teguh pada nilai-nilai konstitusi.

“Mahkamah Konsitusi harus independen dalam bersikap, jangan dipengaruhi oleh tekanan ataupun pemikiran dari pihak lain tetapi harus berdasarkan pada nalar dan nilai konstitusi yang dianut oleh Indonesia.”

Perbedaan Fundamental Status Hukum

Baca Juga: TB Hasanuddin: Larangan Polisi Duduki Jabatan Sipil Sudah Jelas, Tapi Pemerintah Tak Pernah Jalankan

Lebih lanjut, Fernando menjelaskan perbedaan mendasar antara Polri dan TNI dalam sistem hukum Indonesia.

Pembatasan bagi TNI untuk masuk ke jabatan sipil adalah langkah yang tepat karena militer berada di luar struktur sipil. Namun, logika yang sama tidak bisa diterapkan pada Polri.

“Berdasarkan UU bahwa Polri dan militer berbeda, sehingga sangat wajar kalau membatasi militer di jabatan sipil sedangkan polisi termasuk dalam kategori sipil. Sehingga wajar kalau Polisi diberikan untuk menempati beberapa posisi jabatan sipil untuk memaksimalkan kinerja dari suatu Kementerian atau lembaga.”

Sebagai solusi atas putusan yang dianggap keliru ini, Fernando mendorong Presiden Prabowo Subianto untuk mempertimbangkan penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu).

Langkah ini dinilai strategis untuk meluruskan kembali aturan jabatan sipil bagi anggota Polri yang memiliki keahlian spesifik yang dibutuhkan negara.

“Sebaiknya Prabowo Subianto akan bersikap sama dalam menyikapi UU Militer dan UU Polri. Sebaiknya Presiden Prabowo Subianto mengeluarkan Perpu untuk mengatur beberapa posisi strategis dan penting untuk dapat ditempati oleh anggota Polri karena dibutuhkan sesuai dengan keahliannya," katanya.

×
Zoomed

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI