Nilai Matematika TKA 2025 Jeblok, JPPI: Bukan Salah Guru, Ini Bukti Gagalnya Sistem Pendidikan

Selasa, 25 November 2025 | 11:31 WIB
Nilai Matematika TKA 2025 Jeblok, JPPI: Bukan Salah Guru, Ini Bukti Gagalnya Sistem Pendidikan
Ilustrasi guru tengah menerangkan pelajaran matematika. (Elements Envato)
Baca 10 detik
  • Nilai TKA matematika siswa SMA sederajat anjlok secara nasional, konsisten dengan asesmen tahun sebelumnya.
  • JPPI mengkritik pejabat negara yang menyalahkan guru, menegaskan masalahnya terletak pada kegagalan sistem kebijakan.
  • Akar masalah menurut JPPI meliputi diskriminasi struktural guru dan kegagalan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK).

Suara.com - Nilai matematika siswa SMA sederajat dalam Tes Kemampuan Akademik (TKA) 2025 secara nasional dilaporkan anjlok.

Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) menilai kondisi ini konsisten dengan hasil asesmen tahun-tahun sebelumnya. Namun, pernyataan pejabat negara yang menyasar guru sebagai biang masalah dinilai justru keliru arah.

JPPI sepakat dengan pernyataan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu'ti bahwa murid tidak boleh disalahkan. Tetapi, organisasi itu menyayangkan komentar lanjutan Abdul Mu'ti yang menyoroti buruknya cara mengajar guru matematika sebagai penyebab rendahnya skor para siswa.

Koordinator Nasional JPPI, Ubaid Matraji, juga menyinggung pernyataan Presiden Prabowo Subianto saat berkunjung ke SMPN 4 Kota Bekasi pada 17 November 2025.

Saat itu, Prabowo menilai guru turut bertanggung jawab atas merosotnya nilai murid.

Menurut Ubaid, narasi seperti itu justru menunjukkan pemerintah sedang melempar tanggung jawab.

“Ketika nilai matematika ambruk secara nasional, masalahnya bukan di ruang kelas, melainkan di ruang perumusan kebijakan. Ini adalah bukti kegagalan sistem, bukan kegagalan guru,” kritik Ubaid dalam pernyataanya, Senin (25/11/2025).

JPPI memetakan sejumlah akar persoalan yang menurut mereka terus diabaikan negara. Salah satunya adalah diskriminasi struktural antarguru.

Ubaid menyebut adanya sistem kasta guru antara ASN dan honorer, juga antara guru negeri dan swasta. Ketimpangan status, pendapatan, hingga akses kesejahteraan dianggap menciptakan jurang yang melemahkan profesi guru itu sendiri.

Baca Juga: 35 Twibbon Hari Guru Nasional 2025, Desain Menarik dan Siap Pakai Gratis!

“Bagaimana mungkin mutu pendidikan merata, jika guru sendiri diperlakukan secara tidak adil? Sistem kasta ini adalah penghinaan dan penghambat utama peningkatan kualitas,” ucapnya.

Sorotan berikutnya mengenai kondisi Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK), kampus pencetak guru. Ubaid menyebut LPTK gagal menghasilkan tenaga pendidik yang kompeten, namun justru guru yang dipersalahkan ketika hasil belajar murid jeblok.

“Menyalahkan guru yang dihasilkan LPTK yang bobrok adalah kemunafikan. Tanpa reformasi total LPTK, krisis kualitas guru akan menjadi warisan abadi,” katanya.

JPPI juga menyoroti konsep pengembangan kapasitas guru yang dinilai semu dan tidak berkelanjutan.

Menurut Ubaid, pelatihan guru tidak pernah benar-benar dirancang sebagai sistem berjenjang dan jangka panjang. Melainkan program pelatihan guru seringkali hanya proyek administratif dan seremonial, tanpa ada transformasi kompetensi yang nyata.

×
Zoomed

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI