- LBH Jakarta dan YLBHI mendesak Komisi Percepatan Reformasi Polri menghasilkan perubahan fundamental, bukan hanya simbolik.
- Mereka menyoroti perlunya perbaikan kultural, struktural, serta akuntabilitas proses penegakan hukum kepolisian.
- Lembaga sipil mendesak Presiden menunda atau membatalkan pengesahan KUHAP baru karena belum sejalan reformasi.
"Maka tadi kami mendesak supaya presiden segera mengeluarkan Perppu penundaan dan pembatalan KUHAP gitu ya. Diperbaiki dulu KUHAP-nya secara maksimal. Apalagi ini akan berlaku dalam waktu lima minggu lagi," kata Isnur.
"Sedangkan di lapangan, para penyidik, penyelidik itu belum pada tahu KUHAP ini. Itu sangat membahayakan dan membuat bencana dalam penegakan hukum. Akan sangat banyak posisi-posisi yang kemudian jadi justru chaos atau kacau," sambungnya.
Pernyataan serupa diamini Direktur LBH Jakarta, Fadhil. Menurutnya proses reformasi Polri mungkin agak sulit, mengingat ketentuan hukum acara di KUHAP baru segera berlaku.
"Sehingga perlu ada pembahasan lebih lanjut. Perlu ada evaluasi lebih jauh untuk kemudian melihat, apakah KUHAP yang akan diberlakukan nanti sejalan dengan semangat reformasi Polri," ujarnya.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra selaku anggota Komisi Percepatan Reformasi Polri mengatakan pihaknya sudah menerima aspirasi dari enam kelompok, mulai dari YLBHI, KontraS, LBH Jakarta, PBHI, Imparsial, dan Vox Populi Institute Indonesia.
Ia berujar sejumlah kelompok tersebut telah menyampaikan pandangan, harapan, dan kritik terhadap perundang-undangan yang mengatur tentang lembaga kepolisian serta operasionalnya. Termasuk peraturan Kapolri dan KUHAP baru.
"Semua menjadi bahan masukan dan pertimbangan bagi kami," ujar Yusril.