- Bupati Lampung Tengah, Ardito Wijaya, dijerat KPK atas dugaan suap dan gratifikasi untuk menutupi utang kampanye Pilkada 2024.
- Ardito menggunakan koneksi mengatur PBJ APBD 2025 dengan mematok 15-20% fee proyek, total diduga terima Rp5,75 miliar.
- KPK menahan Ardito dan empat tersangka lainnya selama 20 hari sejak 10 Desember 2025 setelah penyitaan barang bukti.
Suara.com - Tabir gelap di balik praktik korupsi di Pemerintah Kabupaten Lampung Tengah akhirnya tersibak. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membeberkan konstruksi perkara yang menjerat Bupati Lampung Tengah, Ardito Wijaya.
Ardito Wijaya terjerat dalam dugaan suap dan gratifikasi. Motif utamanya, menutupi utang pinjaman bank yang digunakan untuk biaya kampanye Pilkada 2024 lalu.
Untuk melunasi utang tersebut, Ardito diduga tanpa ragu mematok fee fantastis sebesar 15 hingga 20 persen dari setiap proyek yang didanai Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2025, yang nilainya mencapai Rp3,19 triliun.
Plh Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Mungki Hadipratikto, menjelaskan, bahwa Ardito menggunakan tangan orang-orang kepercayaannya untuk menjalankan modus lancung ini.
Sesaat setelah dilantik, ia langsung memerintahkan anggota DPRD Lampung Tengah, Riki Hendra Saputra, untuk menjadi "sutradara" dalam mengatur proses pengadaan barang dan jasa (PBJ) di berbagai dinas.
Proses pengadaan sengaja dikondisikan melalui mekanisme penunjukan langsung di E-Katalog. Perusahaan yang dipastikan menang pun bukan perusahaan sembarangan.
“Adapun rekanan atau penyedia barang dan jasa yang harus dimenangkan adalah perusahaan milik keluarga atau milik tim pemenangan AW, saat AW mencalonkan diri sebagai Bupati Lampung Tengah periode 2025-2030,” kata Mungki di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (11/12/2025).
Dari pengaturan culas ini, pundi-pundi haram pun mengalir deras. Ardito diduga kuat menerima total Rp5,25 miliar dari berbagai rekanan proyek.
Uang tersebut tidak langsung masuk ke kantongnya, melainkan melalui adiknya sendiri, Ranu Hari Prasetyo, dan Riki Hendra Saputra.
Baca Juga: KPK Amankan Duit Rp 193 Juta Hingga Emas dari Rumah Bupati Lampung Tengah dan Adiknya
“Atas pengkondisian tersebut, pada periode Februari-November 2025, AW diduga menerima fee senilai Rp5,25 miliar dari sejumlah rekanan atau penyedia barang dan jasa melalui RHS dan RNP selaku adik Bupati Lampung Tengah,” ujar Mungki.
Tak berhenti di situ, Ardito juga bermain di proyek pengadaan alat kesehatan (Alkes) di Dinas Kesehatan. Ia menugaskan kerabatnya yang lain, Anton Wibowo, yang menjabat Plt Kepala Badan Pendapatan Daerah, untuk mengamankan proyek tersebut bagi perusahaan tertentu.
“ANW kemudian berkoordinasi dengan pihak-pihak di Dinkes Lampung Tengah untuk memenangkan PT EM. Pada akhirnya, PT EM memperoleh tiga paket pengadaan alat kesehatan di Dinkes dengan total nilai proyek Rp3,15 miliar,” ungkap Mungki.
Dari kemenangan PT EM, Ardito kembali mendapatkan jatah. Kali ini, ia diduga menerima fee sebesar Rp500 juta yang diserahkan melalui Anton Wibowo.
“Atas pengkondisian tersebut, AW diduga menerima fee sebesar Rp500 juta dari Saudara MLS selaku pihak swasta yaitu Direktur PT EM melalui perantara ANW,” tambah Mungki.
Secara total, KPK menyebut Ardito Wijaya berhasil mengumpulkan uang haram sebesar Rp5,75 miliar.