- Jaksa Penuntut Umum menggunakan puluhan konten Instagram sebagai bukti utama menjerat empat aktivis atas dugaan penghasutan demonstrasi.
- Patroli siber menemukan 80 unggahan menghasut di Instagram yang disebar oleh akun terafiliasi antara 24 hingga 29 Agustus 2025.
- Unggahan tersebut diyakini memicu kerusuhan pada akhir Agustus 2025, mengakibatkan kerusakan fasilitas dan melukai aparat keamanan.
Suara.com - Ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjadi saksi saat puluhan konten media sosial, yang mayoritas diunggah di Instagram, dikupas tuntas oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Konten-konten inilah yang menjadi senjata utama jaksa untuk menjerat empat aktivis, termasuk Direktur Eksekutif Lokataru Delpedro Marhaen Rismansyah, dalam kasus dugaan penghasutan yang berujung aksi demonstrasi.
Selain Delpedro, tiga aktivis lain yang duduk di kursi pesakitan adalah Muzaffar Salim, Syahdan Husein, dan Khariq Anhar.
Menurut jaksa, unggahan provokatif tersebut disebar secara masif melalui akun-akun yang terafiliasi dengan mereka, yakni @lokataru_foundation yang dikelola Delpedro, @blokpolitikpelajar oleh Muzaffar, @gejayanmemanggil oleh Syahdan, dan @aliansimahasiswapenggugat oleh Khariq.
Jaksa membeberkan bagaimana patroli siber yang dilakukan tim kepolisian berhasil mengidentifikasi puluhan unggahan yang dinilai memiliki muatan hasutan.
“Bahwa pada tanggal 25 Agustus 2025 sampai dengan 29 Agustus 2025, saksi Willy Adrian Tanjung bersama saksi Farrel Ardan dan saksi Muhammad Rifai selaku anggota Polri bertempat di gedung DPR MPR RI, Jalan Gelora Bung Karno, RT.1/RW.3 Gelora, Kecamatan Tanah Abang, Kota Jakarta Pusat melakukan patroli siber dan menemukan informasi elektronik berupa 80 unggahan dan/atau unggahan kolaborasi konten yang bersifat menghasut pada aplikasi media sosial Instagram yang disebarkan oleh para terdakwa dalam kurun waktu 24 Agustus 2025 sampai dengan 29 Agustus 2025,” kata jaksa di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (16/12/2025).
Lebih jauh, jaksa menganalisis strategi digital yang digunakan para terdakwa. Unggahan kolaborasi antar akun disebut sengaja dilakukan untuk menciptakan efek jaringan (network effect).
Ketika interaksi dari pengikut semua akun tersebut digabungkan, hal ini mengirim sinyal kuat kepada algoritma Instagram bahwa konten tersebut adalah sebuah gerakan besar (major movement) yang harus dipromosikan lebih luas.
Kekuatan narasi juga dibangun melalui penggunaan tagar yang seragam seperti #indonesiagelap, #gejayanmemanggil, dan #bubarkandpr.
Baca Juga: Delpedro Dkk Orasi Hingga Bagi Mawar ke Jaksa Sebelum Jalani Sidang Perdana Kasus Dugaan Penghasutan
Menurut jaksa, konsistensi ini menciptakan sebuah kampanye terpadu (unified campaign) yang membuat topik tersebut mudah menjadi tren dan dilacak oleh algoritma.
Rentetan unggahan inilah yang diyakini jaksa menjadi pemicu utama kerusuhan yang pecah di sejumlah titik vital di Jakarta, seperti di sekitar kompleks Parlemen, depan Polda Metro Jaya, hingga markas Brimob pada akhir Agustus 2025 lalu.
“Bahwa perbuatan para terdakwa dalam melakukan pengunggahan informasi elektronik berupa konten media sosial Instagram yang memiliki muatan penghasutan telah menimbulkan kerusuhan di masyarakat diawali pada tanggal 25 Agustus 2025, sehingga mengakibatkan fasilitas umum yang rusak, terdapat aparat pengamanan yang terluka, rusaknya kantor pemerintahan, serta menimbulkan rasa tidak aman bagi masyarakat luas,” papar jaksa.
Akibat perbuatannya, para aktivis dijerat dengan pasal berlapis. Pada dakwaan kesatu dan kedua, mereka dijerat dengan pasal-pasal dari Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), yakni Pasal 28 ayat (2) dan ayat (3) juncto Pasal 45A.
Sementara itu, dalam dakwaan ketiga, para terdakwa diancam dengan pasal penghasutan dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yaitu Pasal 160 KUHP Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Dakwaan keempat menyoroti isu yang lebih sensitif. Delpedro dan kawan-kawan dituding mengunggah konten yang secara spesifik mengajak pelajar, yang mayoritas masih di bawah umur, untuk terlibat dalam aksi.