Pembeli Mobil 'Zaman Now' Tak Lagi Anggap Rp200 Juta Mahal

Sabtu, 11 November 2017 | 18:02 WIB
Pembeli Mobil 'Zaman Now' Tak Lagi Anggap Rp200 Juta Mahal
Ilustrasi deretan mobil dijual. (Shutterstock)

Suara.com - Harga psikologis, atau harga yang dianggap masih dalam jangkauan daya beli, bagi konsumen-konsumen mobil di Indonesia terus berkembang. Menurut riset yang diungkapkan pabrikan otomotif, para pembeli mobil saat ini tak lagi menganggap banderol Rp200 juta relatif mahal.

"Kalau dulu kita lihat bahwa harga psikologis itu Rp100 juta, lalu meningkat Rp150 juta, sekarang sudah naik lagi ke Rp200 juta. Jadi sudah beda (harga psikologis), makin lama makin naik," kata Direktur Pemasaran PT Suzuki Indomobil Sales (SIS), Donny Sahputra, ketika ditemui pada Jumat (10/11/2017) di Jakarta.

Donny diwawancarai seusai peluncuran SX4 S-Cross facelift di Indonesia. Versi penyegaran dari crossover andalan Suzuki itu dijual dengan harga on the road Jakarta Rp256 juta (transmisi manual) dan Rp268,85 juta (transmisi otomatis).

Soal harga psikologis itu, menurut Donny, antara lain bisa dilihat dari profil konsumen SX4 S-Cross. Dari data Suzuki, sebanyak 50 persen pembeli SX4 S-Cross yang dimulai dari Rp250-an juta itu ternyata merupakan pembeli mobil pertama (first car buyer).

Menurut Donny, peningkatan harga psikologis bagi para konsumen roda empat di Indonesia salah satunya adalah karena semakin banyaknya jumlah istri yang bekerja. Sebagai dampaknya, pendapatan rumah tangga bertambah karena kini berasal dari dua sumber (double household income).

"Sekarang kalau bicara pendapatan rumah tangga, tidak hanya dari suami saja. Sekitar 85 persen perempuan sudah bekerja, ada double household income, jadi daya beli pun berbeda," paparnya.

Peningkatan harga psikologis di jagat otomotif Nusantara, terang Donny, kemudian berefek pada makin beragamnya jenis mobil pertama yang dimiliki oleh konsumen. Jika dahulu mereka hampir pasti memilih low multi purpose vehicle (LMPV) seperti Toyota Avanza, Daihatsu Xenia, Suzuki Ertiga atau Honda Mobilio, kini mereka bisa langsung loncat ke sport utility vehicle (SUV) medium seperti SX4 S-Cross, Honda HR-V dan sejenisnya.

Bagi yang pendapatannya relatif lebih terbatas, masih ada pilihan low cost green car (LCGC) tujuh penumpang semisal Toyota Calya, Daihatsu Sigra, Datsun Go+ Panca.

Tak hanya memilih mobil-mobil tujuh penumpang, bermunculan pula mereka yang menjadikan city car atau hatchback sebagai kendaraan perdana. Alhasil, pilihan yang diberikan para pabrikan untuk mobil-mobil seharga Rp100-250 juta sekarang luar biasa beragam, baik bagi dari segi segmen maupun varian.

"Mereka (pembeli mobil pertama), kan pertimbangan, mind mapping, dan preferensinya macam-macam. Kalau kita lihat hatchback, LMPV, SUV medium, itu sekitar 60-75 persen pembelinya adalah untuk mobil pertama. Jadi tergantung apakah dia dari motor atau transportasi umum loncat ke LCGC tiga baris, atau kalau memiliki karakteristik tertentu dan pendapatan cukup bisa naik ke LMPV, atau malah loncat ke medium SUV," beber Donny.

Menariknya, menurut Donny lagi, usia pembeli mobil pertama semakin lama juga semakin muda. Kini, usia pembeli mobil pertama rata-rata adalah 40,5 tahun, dan angka itu diyakini akan terus terkoreksi.

"Kalau melihat demografis Indonesia, sekitar 62 persen penduduk kurang dari 35 tahun. Maksud saya adalah ke depannya, di situlah kesempatan industri otomotif Indonesia. Yang di atas itu, nanti 3-10 tahun lagi, ke arah pembeli mobil tambahan atau pengganti. Tapi prediksi saya lebih banyak yang mengganti daripada menambah," tutup dia.

Pasar roda empat Indonesia sendiri, jika mengacu pada data Gaikindo, secara volume telah menembus penjualan 1 juta unit mulai 2012. Sejak itu, LMPV yang dahulu cukup mendominasi pasar, kini berangsur-angsur didekati oleh LCGC, khususnya LCGC tujuh penumpang. Sementara SUV pun menjadi segmen favorit ketiga di pasar mobil nasional.

Pemerintah sendiri menargetkan, pada tahun 2020 penjualan mobil di Indonesia secara total meroket menjadi 2,5 juta unit.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI