Terakhir, jalan khusus merupakan jalan yang dibangun oleh instansi, badan usaha, perseorangan, atau kelompok masyarakat, untuk kepentingan sendiri.
Beberapa undang-undang tentang jalan juga bercabang sesuai dengan klasifikasinya. Sebagai contoh, menurut Undang-Undang No. 22 Tahun 2009, jalan umum pun dapat dikelompokkan berdasarkan sistem, fungsi, status, dan kelas, di mana dalam dalam UU tersebut klasifikasi kelas dibagi kembali menjadi empat kelas.
Keempat pembagian itu mencakup jalan kelas I yang merupakan jalan arteri dan kolektor yang dapat dilalui kendaraan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter, panjang tidak lebih dari 18.000 milimeter, dan muatan sumbu seberat 10 ton.
Kemudian jalan kelas II, yaitu jalan arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan yang dapat dilalui oleh kendaraan dengan ukuran lebar tidak lebih dari 2.500 milimeter, panjang 12.000 milimeter, ukuran paling tinggi 4.200 milimeter, dan muatan sumbu seberat delapan ton.
Sementara jalan kelas III mencakup jalan arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan yang dapat dilalui kendaraan berukuran lebar tidak lebih dari 2.100 milimeter, panjang 9.000 milimeter, tinggi 3.500 milimeter, dan muatan sumbu delapan ton.
Klasifikasi kelas terakhir adalah jalan kelas khusus, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan dengan ukuran lebar tidak lebih dari 2.500 milimeter, panjang 18.000 milimeter, tinggi 4.200 milimeter, dan muatan sumbu seberat 10 ton.
Pembagian jenis jalan dan kelas-kelasnya ini dilakukan karena semakin banyaknya kepemilikan kendaraan bermotor sejak era kolonial hingga era modern saat ini.
(Sumber tulisan disadur dari buku "Jalan di Indonesia dari Sabang sampai Merauke" yang disusun oleh Direktorat Jenderal Bina Marga Kementerian PUPR)
Baca Juga: Dari Bung Karno sampai Jokowi, Rekam Jejak Pembangunan Jalan Tol Indonesia