Preman Indonesia Jadi Sorotan Media Asing: Imbas Ormas Usik Pabrik Mobil Listrik BYD dan VinFast

Cesar Uji Tawakal Suara.Com
Sabtu, 10 Mei 2025 | 18:53 WIB
Preman Indonesia Jadi Sorotan Media Asing: Imbas Ormas Usik Pabrik Mobil Listrik BYD dan VinFast
BYD Fang Cheng Bao Titanium 3. (BYD)

Suara.com - Pembangunan pabrik mobil listrik BYD yang dilakukan di Subang, Jawa Barat mendapat usikan dari aksi premanisme oleh ormas, yang menarik sorotan internasional.

Tak cuma BYD, sesama pabrikan mobil listrik, VinFast juga mengalami masalah serupa, membuat calon investor yang sedang melirik Indonesia menjadi resah.

Isu tak sedap ini pun turut menjadi sorotan media asing, termasuk oleh South China Morning Post (SCMP), 4 Mei 2025.

Dalam laporannya, SCMP juga mengisyaratkan bahwa preman-preman ini punya bekingan "orang kuat".

"Di Indonesia, impian untuk menjadi pembangkit tenaga listrik kendaraan listrik Asia Tenggara bertabrakan dengan musuh bebuyutan kuno: kelompok kejahatan terorganisir," tulis media asal China ini.

"Organisasi bayangan ini telah lama menjadi momok pedagang kaki lima dan usaha kecil, sekarang dituduh mengganggu pabrik pembuat EV China BYD."

BYD M6. [BYD]
BYD M6. [BYD]

Bahkan media tersebut secara terang-terangan menuding bahwa aksi premanisme ini sudah mengakar sejak era kolonial Belanda.

"Preman, diduga punya hubung dengan elit politik dan penegak hukum. Mereka dapat ditelusuri asal-usulnya sejak era kolonial Belanda, ketika mereka menjadi alat untuk mengekstrak kekayaan bagi para penjajah. Sekarang, mereka terlanjur menjadi kekuatan yang mengakar dalam tatanan ekonomi dan politik negara," lanjut SCMP.

SCMP kemudian mengutip salah satu pernyataan tokoh politik Indonesia, yang juga turut prihatin dengan hal ini pada 20 April lalu.

Baca Juga: Beli Mobil Wuling Bisa Bawa Pulang BinguoEV

Komentar tersebut dilayangkan oleh Eddy Soeparno, wakil ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Indonesia, setelah kunjungan ke pabrik perakitan BYD di Shenzhen, China.

"Terdapat kendala premanisme yang mengganggu pembangunan fasilitas BYD di Indonesia. Saya kira pemerintah perlu tegas dalam menangani masalah ini," kata Soeparno, seperti dikutip dari SCMP, Sabtu, 10 Mei 2025.

Namun, masalahnya tidak terbatas pada BYD. Pembuat EV Vietnam VinFast, yang sedang membangun fasilitas senilai 200 juta dolar AS di kompleks industri yang sama dengan BYD di Subang, Jawa Barat, dilaporkan menghadapi tantangan serupa.

VinFast Menghadirkan Produk VinFast VF 3 dengan Harga Terjangkau Sebagai Jembatan Menuju Transisi ke Arah Mobil Listrik. (Foto: VinFast)
VinFast Menghadirkan Produk VinFast VF 3 dengan Harga Terjangkau Sebagai Jembatan Menuju Transisi ke Arah Mobil Listrik. (Foto: VinFast)

Reaksi BKPM terhadap Premanisme

Pada 23 April 2025, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mengungkapkan keprihatinannya terhadap aksi premanisme yang terjadi.

Bersama Satuan Tugas Anti Premanisme, BKPM tengah berupaya mengatasi masalah ini.

Menurut Nurul Ichwan, Deputi Bidang Promosi Penanaman Modal BKPM, tindakan semacam ini dapat merusak iklim investasi dan memberikan kesan negatif terhadap Indonesia di mata dunia.

Ia mengingatkan bahwa isu ini berpotensi digunakan untuk menggambarkan negara sebagai tempat yang tidak aman bagi investor.

Dalam konteks global yang semakin kompetitif, menarik investasi bukanlah hal mudah. Negara-negara lain pun semakin memperketat regulasi demi melindungi kepentingan ekonomi masing-masing.

Premanisme di Indonesia dari Masa ke Masa

BYD Seagull atau yang menggunakan nama Dolphin Mini di Brazil kabarnya akan segera meluncur di Indonesia. [Dok BYD]
BYD Seagull atau yang menggunakan nama Dolphin Mini di Brazil kabarnya akan segera meluncur di Indonesia. [Dok BYD]

South China Morning Post (SCMP) turut mengutip pandangan pakar mengenai fenomena ini, termasuk dari akademisi Murdoch University, Australia, Ian Wilson.

Ian menjelaskan bahwa praktik semacam ini lazim terjadi di Indonesia, meski bagi masyarakat internasional mungkin terlihat janggal.

Dalam banyak kasus, Ian menganggap bahwa perusahaan memilih berkompromi dengan kelompok-kelompok tersebut dengan menawarkan pekerjaan tertentu.

Namun, dinamika berubah ketika kelompok preman menjadi bagian dari organisasi massa yang lebih besar dan berpengaruh.

Ian juga turut menyoroti perbedaan dengan era Presiden Soeharto yang mana lebih bersahabat bagi para investor.

"Setiap pergantian pemerintahan, hubungan dengan kelompok-kelompok ini sering kali mengalami penyesuaian, yang membuat mereka mencoba mendorong batasan demi mencari keuntungan. Di masa pemerintahan Soeharto yang berlangsung selama tiga dekade, pengusaha tinggal menghadap ke presiden, sehingga penyelesaian masalah bisa dilakukan dengan cara langsung."

Pengaruh organisasi massa dalam lanskap ekonomi dan sosial Indonesia juga dikaitkan dengan peredaran uang dalam jumlah besar. Hal ini menjadi alasan banyak orang bergabung dengan kelompok tersebut untuk mendapatkan keuntungan cepat.

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI