Tegakkan Penertiban Ruang Demi Kesejahteraan Umum & Keadilan Sosial

Ririn Indriani Suara.Com
Kamis, 31 Desember 2020 | 15:24 WIB
Tegakkan Penertiban Ruang Demi Kesejahteraan Umum & Keadilan Sosial
Direktur Penertiban Pemanfaatan Ruang, Direktorat Jenderal Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Dr. Andi Renald, S.T, M.T memaparkan bahwa penataan ruang merupakan panglima pembangunan Indonesia seperti yang tertera dalam Undang-Undang Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020.
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Direktur Penertiban Pemanfaatan Ruang, Direktorat Jenderal Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Dr. Andi Renald, S.T, M.T memaparkan bahwa penataan ruang merupakan panglima pembangunan Indonesia seperti yang tertera dalam Undang-Undang Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020.

Fungsi penertiban pemanfaatan ruang sebagai upaya pengendalian pemanfataan ruang yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan dengan cara mewujudkan tertib tata ruang.

“Bila tidak ada upaya penertiban pemanfaatan ruang, maka setiap indikasi ketidaksesuaian dan pelanggaran ruang berujung pada sulitnya mewujudkan kesejahteraan umum dan keadilan sosial. Di samping itu, pembangunan Indonesia yang berpegang pada tiga pilar utama, yakni ekonomi, lingkungan, dan sosial budaya turut terganggu jika kita tidak memperhatikan penertiban pemanfaatan ruang,” jelas Andi dalam siaran pers yang diterima Suara.com, Kamis (31/12/2020).

Ia mencontohkan, pertama, muncul keresahan sosial akibat golongan masyarakat tertentu tidak tertib pemanfaatan ruang ekonomi.

Kedua, efek dari tindakan pelanggaran dalam pemanfaatan ruang, khususnya lingkungan sebagai pondasi pembangunan, mengakibatkan biaya restorasi lingkungan dan sosial yang besar.

Ketiga, terjadi pergeseran nilai-nilai budaya yang sebelumnya arif menjadi serakah dan merusak.

Menurut Andi, pengenaan sanksi bagi setiap orang atau badan yang melakukan pelanggaran di bidang penataan ruang tercantum dalam Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelanggaraan Penataan ruang dapat berupa memanfaatkan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang; memanfaatkan ruang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruang yang telah diberikan oleh pejabat berwenang; tidak mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang; serta tidak memberikan atau menghalangi akses kawasan yang oleh ketentuan peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum.

“Hingga saat ini terdapat lebih dari 6.000 indikasi ketidaksesuaian pemanfaatan yang diklarifikasi dan lebih dari 200 kasus tersebut berupa indikasi pelanggaran pemanfaatan ruang yang ditindaklanjuti oleh Kementerian ATR/BPN dan bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten, Pemerintah Kota seluruh Indonesia," terangnya.

Bahkan, sambung Andi, ada beberapa kasus yang sifatnya kompleks ditangani secara multidoors, yakni penangan kasus melibatkan KPK, Kepolisian, Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) kementerian seperti Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Republik Indonesia. "Penanganan kasus secara multidoors ini telah dilakukan di Lampung, Batam, dan Bangka Belitung, contohnya,” jelas Andi.

Baca Juga: Pemerintah Targetkan Seluruh Bidang Tanah RI Sudah Terdaftar pada 2025

Dia menambahkan bahwa dominasi kasus indikasi pelanggaran pemanfaatan ruang itu terjadi di daerah perkotaan yang sangat berkembang. Sebab, ruang sangat terbatas, tetapi penghuninya semakin bertambah. Terjadi urbanisasi yang tidak terencana sehingga desakan kebutuhan ruang itu semakin meningkat dan berimbas pada pelanggaran tata ruang.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI