Peluang Usaha Ratusan Juta dari Minyak Jelantah, Ini 5 Kiat Suksesnya

Jum'at, 16 April 2021 | 11:50 WIB
Peluang Usaha Ratusan Juta dari Minyak Jelantah, Ini 5 Kiat Suksesnya
Andi mengembangkan sistem profit sharing dalam proses pengumpulan jelantah yang melibatkan masyarakat. (Dok : Traction Energy Asia)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

3. Kedepankan innovative thinking
Ricky menjelaskan, “Meski amat menjanjikan, bisnis pengolahan jelantah jadi biodiesel masih memiliki banyak tantangan, antara lain dalam teknologi pengolahan dan proses pengumpulan minyak jelantah.”

Andi juga tak terlepas dari tantangan itu. Suatu kali ia kesulitan mendapat jelantah, karena adanya mafia yang mengumpulkan jelantah untuk dipakai ulang. Ia lalu mempelajari model bank sampah.

“Berbekal berbagai analisis, kami membuat bank minyak jelantah RT/RW, yang efektif sampai hari ini. Kami memberi fasilitas, seperti check point dan jerigen, untuk kemudahan masyarakat. Dengan sistem ini, kami mengintegrasi satu kota” kata Andi.

Untuk membuat bank minyak jelantah yang ideal, diperlukan biaya tidak sedikit. Ia lalu mengajak perusahaan besar untuk bekerja sama membuat bank minyak jelantah. Banyak perusahaan besar berskala nasional dan multinasional yang tertarik, karena mereka bisa menerapkan CSR, sekaligus mendapat ruang untuk branding. Ia juga membuat bank sampah di sekitar 20 sekolah, menyasar 500 siswa yang berarti membidik 500 rumah tangga. Setiap tiga hari mereka mengumpulkan segelas jelantah dalam wadah yang bisa dipakai ulang.

“Tabungan jelantah siswa itu hanya bisa dicairkan dalam bentuk program ekstrakurikuler berbasis lingkungan,” kata Andi.

Tantangan lain, menurut Hudha, dari sisi teknis terdapat karakteristik bawaan dari minyak jelantah yang akan sulit memenuhi tuntutan tinggi kualitas biodiesel untuk B30.

“Sedangkan dari dari sisi bisnis, keberadaan minyak jelantah sebagai bahan baku yang tersebar dan tidak terpusat akan menyulitkan membangun pengolahan biodiesel dengan kapasitas yang besar untuk mendapatkan skala keekonomian terbaiknya. Jadi mungkin solusi yang baik adalah bagaimana mendorong pemanfaatan bahan bakar nabati dari minyak jelantah melalui skema niaga langsung ke end user (skema tertutup) di luar dari skema B30 yang berlaku secara nasional.”

4. Jangan bosan mengedukasi
Minyak goreng yang dipanaskan berulang dan minyak jelantah yang dijernihkan lalu dipakai lagi, berpotensi menimbulkan berbagai macam penyakit, seperti penyakit jantung, ginjal, dan stroke. Berdasarkan penelitian, dari 16,2 juta kiloliter konsumsi minyak jelantah hanya 3 juta kiloliter minyak jelantah yang mampu dikumpulkan di tahun 2019, 2,43 juta kiloliter di antaranya didaur ulang untuk dikonsumsi kembali. Ini bahaya,” kata Ricky, yang memastikan bahwa pengolahan minyak jelantah menjadi biodiesel tidak menghasilkan limbah.

Edukasi soal bahaya minyak goreng daur ulang inilah yang dilakukan oleh Andi dan timnya. “Ketika memasak, sebetulnya hanya 30% minyak goreng yang terserap, sisanya menjadi limbah. Kami mengajak masyarakat menabung minyak jelantah. Nantinya, tabungan minyak jelantah ini ditukar dengan minyak goreng baru.

Baca Juga: Selain Minyak Zaitun, Berikut Daftar Minyak Goreng yang Sangat Menyehatkan

“Dengan begitu, mereka terbiasa mengonsumsi minyak goreng yang sehat. Di sisi lain, kami juga mendapatkan bahan baku untuk produksi,” kata Andi, yang membuka kesempatan bagi mahasiswa untuk magang dan belajar di perusahaannya.

Andi juga mengedukasi nelayan yang awalnya enggan menggunakan biodiesel karena warnanya berbeda dari solar, sehingga mereka khawatir kapal jadi rusak. Andi memastikan, selain harganya lebih murah daripada solar, biodiesel juga tidak akan merusak mesin kapal.

5. Libatkan masyarakat sekitar
Ricky menyebutkan, sejumlah pengusaha biodiesel di berbagai kota mempekerjakan masyarakat lokal untuk mengolah dan menjual produk olahan jelantah, sehingga ia melihat bahwa usaha ini mampu menyerap banyak tenaga kerja.

Andi, yang membangun bisnis bersama lima teman, merekrut lebih dari dua puluh mantan preman untuk bantu mencari bahan baku.

“Kami mengedukasi mereka tentang bahaya minyak goreng bekas yang disalahgunakan, dan mengajak mereka menjadi agen lingkungan. Mereka pergi ke tukang-tukang gorengan untuk mengumpulkan minyak jelantah agar tidak jatuh ke tangan yang salah. Mereka pun mendapatkan penghasilan yang memadai,” kata Andi, yang membekali mantan preman ini dengan dokumen sebagai bukti bahwa mereka adalah bagian dari GenOil.

Ia juga memberdayakan masyarakat untuk mengumpulkan jelantah dan memberi upah berdasarkan sistem profit sharing. Setiap satu kilogram jelantah, Andi memberi Rp1.000.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI