Pipa itu bekerja dengan cara mengukur perbedaan tekanan stagnasi di bagian depan pipa dengan tekanan statis pada sisi pipa. Beda tekanan itu bisa menentukan kecepatan pesawat di udara.
Pipa itu mengambil nama Henri Pitot, seorang ilmuwan Prancis dari abad 18 yang menemukan instrumen untuk mengukur kecepatan aliran sungai.
Masalah pada pipa pitot inilah yang juga diyakini sebagai biang kerok jatuhnya pesawat Air France bernomor penerbangan 447 di Samudera Atlantik pada 2009.
Para investigator mengatakan bahwa akibat adanya kristal es yang menutup lubang pipa, sistem komputer pesawat gagal menghitung dengan tepat kecepatan pesawat dan menyebabkan pilot keliru bereaksi.