Suara.com - Bulan Juli, Pertamina telah memproduksi biodiesel gelombang pertama yang sepenuhnya terbuat dari sawit.
Dinamakan D100, ini merupakan bagian dari strategi Indonesia untuk mempromosikan biodisel yang diklaim sebagai bahan bakar ramah lingkungan.
Indonesia mulai mewajibkan campuran 30% bahan bakar hayati dalam bensin pada Januari yang lalu.
Pada Januari yang lalu Indonesia mulai mewajibkan campuran 30% bahan bakar hayati dalam bensin. Rencana ini diwujudkan untuk meningkatkan jumlah penggunaan biodisel.
Kebijakan ini akan meningkatkan permintaan akan sawit, ekspor pertanian nomor satu bagi Indonesia. Pemerintah telah mencanangkan program tersebut sebagai cara untuk menurunkan impor bahan bakar fosil dan emosi gas rumah kaca. Namun, program itu akan memperparah deforestasi, meningkatkan emisi gas rumah kaca, dan menghilangkan keanekaragaman hayati, serta mengakibatkan konflik agraria.
Dampak sawit bagi lingkungan
Penelitian menunjukkan industri sawit merupakan penyebab besar deforestasi, emisi gas rumah kaca, dan hilangnya keanekaragaman hayati.
Perkebunan kelapa sawit menghasilkan lebih banyak minyak per unit lahan dibandingkan tanaman alternatif.
Kalangan industri sawit seringkali beragumen bahwa jika permintaan global untuk minyak nabati mesti terpenuhi dari kedelai, bunga matahari, dan kanola (dan tidak oleh sawit), maka lebih banyak lahan akan dibutuhkan, dan hal itu akan mendorong tingginya deforestasi.
Baca Juga: Industri Sawit Nasional Perlu Dukungan Riset Yang Kuat
Hal ini kontroversial karena tidak semua tanaman tersebut berdampak setara terhadap deforestasi.
Laporan dari Uni Eropa menyimpulkan bahwa kelapa sawit terkait dengan tingkat deforestasi yang lebih tinggi dibanding bahan bakar nabati lainnya.
Dengan demikian, kebijakan biodiesel bertujuan untuk menggantikan bahan bakar fosil, sehingga perbandingannya harus dengan bahan bakar fosil, bukan jenis minyak nabati lainnya.
Banyak studi menemukan bahan bakar minyak dari sawit memproduksi emisi karbon lebih banyak daripada bahan bakar fosil.
Hutan Indonesia dengan luasan 94.1 juta hektar memiliki kekayaan keanekaragaman hayati yang luar biasa dan berfungsi sebagai penyimpan karbon dioksida.
Lahan gambut juga sangat kaya akan karbon. Ketika lahan diubah menjadi kebun sawit, karbon akan terlepas ke udara.