Strategi peningkatan mutu terasi Indonesia
Proses pembuatan terasi di Indonesia masih tradisional dan melibatkan proses fermentasi spontan yang berlangsung selama minimal dua minggu.
Proses fermentasi spontan yang tidak terkontrol tersebut dan juga kontaminasi mikrob dari lingkungan sekitar dapat menyebabkan pertumbuhan berbagai mikrob yang tidak diinginkan. Hal ini dapat menurunkan mutu dan mempengaruhi keamanan produk terasi dari setiap produksi.
Padahal bila diproduksi secara baik dan konsisten, terasi berpotensi menjadi komoditas ekspor bernilai tinggi dan memiliki perlindungan dari pemerintah, sama halnya seperti keju-keju Prancis yang dilindungi dan dijamin keasliannya dengan sistem Appellation d’Origine Contrôlée (AOC).
Sistem AOC dibuat oleh pemerintah Prancis untuk melindungi keaslian keju dan produk-produk lainnya di Prancis dengan memperhatikan proses produksinya. Sebagai contoh, keju yang mendapat pengakuan AOC sebagai keju “Cantal” harus terbuat dari susu yang diperah pada musim dingin dari sapi Salers di pegunungan Cantal di Auvergne dan diproduksi dengan metodologi spesifik serta diperam selama minimal satu bulan.
Indonesia bisa mengadopsi sistem tersebut untuk menjamin keaslian dan mutu terasi dari Indonesia.
Ada tiga strategi lainnya untuk meningkatkan mutu terasi Indonesia.
Strategi pertama adalah penggunaan bahan baku yang segar dan seragam. Udang atau ikan yang akan dibuat menjadi terasi dipilih yang berukuran sama, dipisahkan dari bahan pengotor, seperti serangga atau kerang, dan langsung diolah ketika sampai di pesisir. Penambahan garam sebaiknya dilakukan segera setelah udang atau ikan ditangkap untuk membantu mencegah kebusukan dalam perjalanan kembali ke pesisir.
Strategi kedua adalah penggunaan starter atau mikrob yang sengaja ditambahkan ke dalam bahan pangan untuk mempercepat proses fermentasi dan mengarahkannya untuk menghasilkan produk fermentasi yang diinginkan.
Baca Juga: Tak Jago Masak, Sambal Terasi Ikke Nurjanah Jadi Menu Andalan Suami
Pemilihan starter yang tepat berperan dalam mempercepat proses fermentasi dan mengarahkannya sehingga terbentuk produk terasi dengan mutu tertentu dan lebih konsisten dalam setiap kali produksi.